Kamis 18 Jun 2020 17:06 WIB

PDIP Kritik Parpol Termasuk PKS yang Mendadak Tolak RUU HIP

RUU HIP telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna DPR.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Aria Bima
Foto: antara
Aria Bima

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Aria Bima mengkritik fraksi partai politik di DPR yang tiba-tiba menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Pasalnya, RUU tersebut telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan III pada 12 Mei lalu.

“RUU itu inisiatif DPR yang prosesnya berawal dari kesepakatan fraksi-fraksi yang muncul dari Baleg yang dibawa ke paripurna. Termasuk fraksinya Pak Habib Aboe Bakar (PKS),” ujar Aria di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/6).

Baca Juga

Ia mewakili fraksi PDIP menjelaskan, saat pembahasannya di Baleg DPR, kelompok fraksi di sana setuju agar RUU HIP dibawa ke paripurna. Sebelum disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Aria mengklaim tak ada fraksi lain yang memberi catatan atau kritik terhadap RUU tersebut.

Maka dari itu, ia mempertanyakan sikap fraksi lain yang tiba-tiba menolak RUU HIP. Dan, menyalahkan pihak atau partai yang mengusulkan dan mendukung RUU tersebut. “Ini kan lucu, dari proses di Baleg, pandangan dari poksi-poksinya juga menyetujui untuk dibawa ke paripurna. Tapi seolah-olah di publik lepas tangan begitu saja,” ujar Aria.

Jikalau ingin membatalkan pembahasan RUU HIP, ia berharap agar prosesnya melewati mekanisme yang telah diatur. Jangan tiba-tiba membatalkannya, ketika banyaknya pihak dan organisasi masyarakat yang menentang poin-poin yang berada di dalamnya.

“Saya mohon kepada pimpinan (DPR) untuk mengembalikan pada proses jalannya persidangan, bagaimana undang-undang itu perlu dimatangkan kembali,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR itu.

Sebagai informasi, RUU HIP sendiri disebut sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hal itu dinilai perlu untuk menerapkan kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan, dan keamanan.

Di dalam Pasal 2 draf RUU HIP dijelaskan, Haluan Ideologi Pancasila terdiri atas  pokok-pokok pikiran Haluan Ideologi Pancasila; tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila; Masyarakat Pancasila; Demokrasi politik Pancasila; dan demokrasi ekonomi Pancasila.

Pada Pasal 4 poin (a) menjelaskan bahwa RUU HIP bertujuan sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun kebijakan, perencanaan, perumusan, harmonisasi, sinkronisasi, pelaksanaan dan evaluasi terhadap program Pembangunan Nasional di berbagai bidang, baik di pusat maupun di daerah, yang berlandaskan pada nilai-nilai dasar Pancasila.

Pemerintah pun telah memutuskan untuk menunda membahas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Pemerintah pun meminta DPR untuk lebih dulu menyerap aspirasi masyarakat tentang RUU yang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat itu.

Mahfud menjelaskan, saat ini pemerintah masih fokus terhadap penangaman pandemi Covid-19. Menurutnya, ia dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) diminta untuk menyampaikan informasi tersebut ke publik.

"Pemerintah masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menko Polhukam dan Menkumham diminta menyampaikan ini," kata Mahfud.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR, Jazuli Juwaini menegaskan, Fraksi PKS meminta, RUU HIP harus memasukkan usul perbaikan fundamental. Jika tidak, sebaiknya RUU HIP ditarik atau dibatalkan pembahasannya.

Menurut Jazuli, PKS akan memperjuangkan aspirasi ormas dan masyarakat yang keberatan atas RUU HIP. Ia mengakatan, fraksinya telah mempelajari dengan cermat naskah akademik, maupun pasal-pasal RUU HIP dan menyimpulkan, RUU itu bermasalah secara filosofis, yuridis dan sosiologis.

"Konstruksinya mengarah pada reduksi makna sila-sila Pancasila yang utuh yang disepakati dan termaktub dalam Pembukaan UUD 1945," ujar Jazuli dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/6).

Salah satu yang terpenting adalah memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran "mengingat". Untuk menegaskan, Pancasila tegas menolak seluruh ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme.

Kedua, menolak Pancasila diperas menjadi Trisila dan Ekasila. Ketentuan tersebut dalam draf RUU HIP harus dihapus, karena mereduksi makna Pancasila yang utuh dengan lima silanya.

"Penekanan kembali pada Trisila dan Ekasila bisa mengacaukan konstruksi pemahaman Pancasila dan membuka kembali debat ideologis lama yang kontraproduktif," ujar Jazuli.

Ketiga, Fraksi PKS melihat ada persoalan serius dalam konstruksi RUU HIP dalam menempatkan sila-sila Pancasila. Sila pertama yang seharusnya menjadi sila utama, dinilai sangat minimalis penjabarannya dan terkesan hanya pelengkap.

Selain itu, penulisan frasa "ketuhanan yang berkebudayaan", pensejajaran agama, rohani dan budaya, semakin mengesankan reduksi makna sila pertama Pancasila. Fraksi PKS meminta Ketuhanan Yang Maha Esa harus dimaknai secara tepat dan ditempatkan sebagai sila utama yang melandasi, menjiwai, dan menyinari sila-sila lainnya.

Hal itu juga harus tercermin secara maksimal dalam materi muatan draf RUU HIP. Bersama penjabaran sila-sila lainnya dalam Pancasila.

"Sikap tegas Fraksi PKS sejalan dengan kritisi ormas-ormas besar dan publik secara luas. Kami akan perjuangkan dan berharap DPR mau mendengar karena ini soal dasar negara yang sangat fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia," ujar Jazuli.

photo
Kontroversi perjalanan BPIP. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement