Kamis 18 Jun 2020 17:33 WIB

Proses Refund Bisa Capai 10 Juta Tiket per Bulan

Normalnya dalam setahun terdapat 120 juta penumpang pesawat.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Indira Rezkisari
Seorang penumpang pesawat menggunakan pelindung wajah duduk di ruang tunggu keberangkatan bandara El Tari Kupang, NTT, Senin (8/6/2020). Pandemi telah menyebabkan industri penerbangan mengalami keterpurukan. Proses refund tiket pesawat diperkirakan mencapai 10 juta tiap bulan selama pandemi Covid-19.
Foto: Antara Foto/Kornelis Kaha
Seorang penumpang pesawat menggunakan pelindung wajah duduk di ruang tunggu keberangkatan bandara El Tari Kupang, NTT, Senin (8/6/2020). Pandemi telah menyebabkan industri penerbangan mengalami keterpurukan. Proses refund tiket pesawat diperkirakan mencapai 10 juta tiap bulan selama pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Banyaknya penerbangan yang dibatalkan sejak pandemi Covid-19 terjadi membuat maskapai harus melakukan refund atau pengembalian uang tiket kepada calon penumpangnya. Pengamat penerbangan Gerry Soejatman memprediksi secara total proses pengembalian uang tiket pesawat bisa mencapai 10 juta tiket setiap bulannya.

Gerry menjelaskan prediksi tersebut muncul dengan berdasarkan rata-rata refund tiket saat penerbangan masih beroperasi normal sebelum pandemi Covid-19. “Kondisi normal itu yang refund hanya satu persen dari tiket yang ada,” kata Gerry dalam diskusi virtual, Kamis (18/6).

Baca Juga

 

Dia menjelaskan, dalam setahun terdapat 120 juta penumpang pesawat yang berarti terdapat sekitar 100 ribu tiket per bulan yang mengalami refund. Setelah pembatalan penerbangan saat pandemi Covid-19 terjadi, Gerry memprediksi jumlah refund tiket dalam kondisi normal tersebut dapat bertambah berkali lipat hingga 10 juta tiket setiap bulannya.

Gerry tidak heran jika proses refund tiket pesawat tidak bisa dilakukan dalam waktu sebentar. “Kalau jumlah yang refund hingga 10 juta tiket dalam sebulan ditambah kondisi tidak semua karyawan bekerja di kantor, bisa dibayangkan waktu yang dibutuhkan? Memang luar biasa prosesnya bisa 100 kali lipat dari sebelumnya,” ungkap Gerry.

Gerry mengakui, saat ini maskapai dan industri pariwisata harus berjuang bertahan hidup. Gerry mengatakan semenjak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan jumlah penerbangan turun pada awal Maret menjadi 450 penerbangan perhari dan akhir Maret terus turun menjadi 200 penerbangan per hari.

Belum lagi saat kebijakan larangan mudik diberlakukan, trafik juga terus turun menjadi 80 penerbangan dalam sehari. “Jadi bayangkan, pendapatan maskapai bisa putus sebanyak 90 persen padahal harus bayar gaji karyawan, THR, perawatan pesawat, dan lainnya,” ungkap Gerry.

Tak hanya maskapai yang harus menghadapi kondisi sulit namun juga online travel agent (OTA). Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno mengatakan pandemi Covid-19 membuat OTA tak memiliki barang dagangan.

“OTA nih sudah mati suri ibaratnya. Kita selama ini jual tiket pesawat, hotel, transportasi, paket tur, dan menjadi perantara kepada konsumen namun ini semua berkurang drastis,” jelas Pauline.

Pauline mengatakan larangan penerbangan baik di Indonesia dan negara lain membuat OTA semakin kesulitan. Pauline mengatakan, penjualan turun hingga 95 persen.

Pauline setuju jika proses refund bisa dilakukan dengan voucher dan deposit. Kondisi saat ini memaksa maskapai dan OTA tidak bisa mengembalikan tiket calon peumpang dengan uang tunai.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement