REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presdir PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menilai industri perbankan saat ini sebaiknya melupakan dahulu profitabilitas. Menurut Jahja yang terpenting adalah menjaga likuiditas, mengingat belum ada kepastian kapan tekanan pandemi Covid-19 akan berakhir.
“Lupakan profitability (profitabilitas), pasti profitability akan turun, tapi yang penting likuiditas,” kata Jahja dalam seminar daring (webinar) Strategi Perbankan Bangkitkan Dunia Usaha di Tengah Pademi Covid-19, di Jakarta, Kamis (18/6).
Di tengah tekanan pandemi Covid-19 ini, Jahja mengibaratkan likuiditas di pasar keuangan seperti aliran darah dalam tubuh manusia. Maka itu, untuk menjaga kualitas usaha, dan juga komitmen kepada nasabah, dia menganjurkan agar industri perbankan memprioritaskan kecukupan likuiditas.
“Saya ambil contoh, dalam tubuh ada aliran darah. Kita boleh menjaga fisik kita dengan olahraga agar tubuh sehat. Tapi kalau suatu saat, kita jatuh dan ada pendarahan, maka yang mesti ditolong adalah pendarahannya dulu,” kata dia.
Maka dari itu, kebijakan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lebih banyak menyasar untuk memastikan kecukupan likuiditas. Jika likuiditas terjaga, kata Jahja, bank akan mudah untuk pulih ketika pandemi Covid-19 sudah mereda.
“Nanti setelah (likuiditas) mengalir, profitability dan kelayakan bisnis juga akan mengalir dengan sendirinya. Ini adalah yang sangat fundamental,” ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, memang pemerintah sudah melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk beberapa sektor ekonomi. Namun itu bukan jaminan bahwa kegiatan ekonomi sudah siap pulih dan siap untuk terakselerasi.
“Apakah akan terus new normal atau malah terus kasus bertambah? Apakah nanti akan diketatkan lagi (PSBB)? Bagaimana dunia bisnis? Jadi sampai adanya serum dan vaksin Covid-19 ditemukan, kita tidak tahu ini sampai kapan. Jadi mesti siap sedia untuk jangka waktu yang cukup lama,” ujar pemimpin bank swasta terbesar di Tanah Air itu.