Kamis 18 Jun 2020 20:13 WIB

Saut: Surat KPK Kepada Nazaruddin Bukan Justice Collaborator

Saut menegaskan pimpinan KPK eranya tak pernah keluarkan JC untuk Nazaruddin.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Saut Situmorang
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Saut Situmorang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan surat keterangan yang pernah dikeluarkan pimpinan KPK pada eranya kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, bukanlah Justice Collaborator atau JC. Saut menekankan bahwa surat keterangan bekerjasama berbeda dengan JC . 

"Pada 9 Juni dan 21 Juni 2017 KPK menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M Nazaruddin (bukan JC) karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi , jadi yang diberikan  surat keterangan bekerjasama," ujar Saut kepada Republika.co.id, Kamis (18/6).

Baca Juga

Adapun, syarat utama seorang mendapatkan JC yakni bukan merupakan pelaku utama dan membuka atau memberi keterangan sehingga kasusnya berkembang pada peran pihak lain. Dalam pemberian JC pun dilakukan setelah adanya masukan dari Jaksa Penuntut, Penyidik, Pimpinan KPK dan lainnya.

Hal yang paling utama, lanjut Saut, JC diberikan KPK saat proses hukum masih berjalan dan saat akan diputuskan oleh Majelis Hakim. Sementara, surat keterangan bekerja sama yang diberikan KPK saat perkara hukum Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS)  Rika Aprianti menegaskan dua surat keterangan yang dikeluarkan KPK merupakan JC.  Menurut Rika, status JC untuk Nazaruddin juga sudah ditegaskan pimpinan KPK.

"Status JC untuk Nazaruddin juga ditegaskan pimpinan KPK pada 2017 dan dimuat di banyak media massa. Dalam Surat Keterangan dari KPK Nomor: R-2250/55/06/2014, Muhammad Nazaruddin disebut sudah menunjukkan kerja sama yang baik dalam mengungkap perkara tindak pidana korupsi," ujar Rika dalam keterangannya, Kamis (18/6).

Berdasarkan Pasal 34A ayat 1 PP Nomor 99 Tahun 2012, dijelaskan bahwa pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana tertentu selain harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 34. Selain itu, juga harus memenuhi persyaratan, yaitu bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya.

Rika melanjutkan,  selain surat keterangan yang diberi KPK, Nazaruddin juga telah membayar lunas subsider sebesar Rp 1,3 miliar. Oleh karenanya Nazaruddib mendapat hak remisi sejak tahun 2014 sampai dengan 2019, baik remisi umum maupun remisi khusus keagamaan, dan remisi terakhir yaitu selama 2 bulan Remisi Khusus Idulfitri tahun 2020. 

"Pemberian remisi itu menegaskan status Nazaruddin sebagai JC, karena remisi tidak mungkin diberikan pada narapidana kasus korupsi yang tidak menjadi JC sesuai PP 99/2012," tegas Rika.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement