REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Tiga puluh lima tahun yang lalu, tepat pada hari Kamis, 17 Juni 1985, pukul 2.33 waktu Riyadh, pesawat ulang-alik Discovery milik NASA diluncurkan dari landasan peluncuran 39A di Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat (AS). Peluncuran itu merupakan salah satu dari 17 misi sukses dan empat tahun sejak diluncurkan pada April 1981 di Columbia.
Mungkin seperti tidak ada yang biasa tentang Misi NASA STS 51-G tersebut. Di atas pesawat Discovery, saat memulai misi orbit selama tujuh hari itu, terdapat tiga satelit komunikasi komersial sistem pelacakan percobaan untuk sistem pertahanan rudal US Star Wars dan serangkaian eksperimen astronomi maupun biomedis.
Dari berbagai perangkat itu, ada satu hal tidak biasa yang berada di pesawat itu, yakni salinan Alquran. Pemilik salinan Alquran tersebut adalah Pangeran Sultan bin Salman, putra dari raja Arab Saudi Raja Salman bin Abdulaziz as-Saud.
Pangeran Sultan berusia 28 tahun saat ia ikut diikat ke tujuh kursi sebagai salah satu dari dua spesialis payload di dalam dek penerbangan Discovery. Pangeran Sultan kemudian mencetak sejarah sebagai Muslim pertama, orang Arab pertama, dan anggota keluarga kerajaan pertama yang terbang ke luar angkasa dan melesat ke orbit pada kecepatan 28.968 kilometer per jam. Ia juga merupakan anggota keluarga kerajaan pertama yang menjadi astronaut.
Pilihan dari landasan peluncuran 39A untuk misi tersebut sangat simbolis bagi sang pangeran. Pasalnya, sebagai anak lelaki, saat berusia 13 tahun di Riyadh ia telah menonton cuplikan televisi dari misi bulan Apolli 11 yang lepas landas dari lokasi yang sama pada 16 Juli 1969. Pangeran Sultan kemudian mengingat kembali momen terbang ke luar angkasa dalam sebuah wawancara dengan Arab News tahun lalu pada peringatan ke-50 pendaratan di Bulan.
"Manusia membuat pesawat terbang dan membuat kemajuan dalam industri. Namun, bagi manusia untuk meninggalkan planet mereka sendiri, itu benar-benar sesuatu yang lain," kata Pangeran Sultan, dilansir di Arab News, Kamis (18/6).
Pada saat itu sang pangeran muda tidak berpikir dirinya akan meraih bintang, bahkan setelah ia belajar menerbangkan pesawat terbang dan mendapatkan lisensi pilot pribadinya pada 1977 ketika belajar di AS. Kala itu ia menolak gagasan bahwa seseorang dari dunia Arab akan menjelajah ke luar angkasa.
Namun, pada 1976 Arab Saudi telah memainkan peran penting dalam pembentukan Arabsat di Liga Arab, sebuah perusahaan komunikasi satelit. Satelit pertamanya, Arabsat-1A, dikerahkan dari roket Ariane 3 yang diluncurkan dari pusat luar angkasa Prancis di Guyana pada Februari 1985.
Satelit kedua Arabsat, 1B, menyusul empat bulan kemudian dan kali ini akan dibawa ke luar angkasa oleh Space Shuttle Discovery milik NASA. Para anggota Liga Arab saat itu diundang untuk mencalonkan seorang spesialis payload. Setelah 10 pekan pelatihan intensif, Pangeran Sultan melakukan transisi dari pilot menjadi astronaut.
Ia lantas meluncur ke langit Florida. Dia disaksikan serta disambut oleh lebih dari 200 tamu Arab di NASA. Momen selama tujuh hari, satu jam, 38 menit, dan 52 detik tidak akan pernah ia lupakan. Setelah 111 menyelesaikan orbit di Bumi, Pangeran Sultan kemudian merasakan hal yang takjub.
"Ketika Anda melihat Bumi dari luar angkasa, Anda kemudian mulai fokus bahwa ini adalah hadiah dari Allah, dan bahwa ada lebih dari itu dari diri Anda dan komunitas kecil Anda, lebih dari itu dari gairah terbatas Anda sendiri. Kepedulian dan hasrat Anda untuk berbagai hal menjadi lebih global, lebih universal," ungkap pangeran kelahiran 27 Juni 1956 di Riyadh, Arab Saudi, ini.
Kendati ia mengorbit 387 km di atas Bumi, menempuh jarak 4,5 juta km dalam tujuh hari, tetap ada pengingat akan rumah. Pangeran Sultan mendapat pangilan dari ayahnya dan Raja Fahd yang disiarkan langsung di televisi. Pada hari keenam, kontrol misi memainkan "Abaad Kontom Wala Garayebein" ("Dekat atau Jauh"), yang dibawakan oleh penyanyi Arab Saudi Mohammed Abdo. Selain itu, Pangeran Sultan juga tetap menjalani rutinitasnya dengan membaca Alquran di luar angkasa.
"Ayah saya, ketika dia menghubungi saya di pesawat ulang-alik, berkata, 'Saya tahu hari ini Anda menyelesaikan pembacaan Alquran,' dan dia sangat senang tentang hal itu," kenang sang pangeran tahun lalu.
Hingga hari ini Pangeran Sultan memuji prestasinya itu di hatinya. Ia mengetahui bahwa Raja Salman bangga padanya karena menjadi satu-satunya orang yang membaca Alquran di luar angkasa.
Setelah sejumlah misi tercapai, Pangeran Sultan dan Discovery mendarat di landasan 23 di Pangkalan Angkatan Udara Edwards di Kalifornia, AS, pada pukul 06.11 waktu siang Pasifik pada 24 Juni 1985.
Di kampung halamannya, ia disambut sebagai pahlawan. Pangeran Sultan juga diangkat sebagai kolonel di Angkatan Udara Kerajaan Arab Saudi. Sebagai duta besar tak resmi, ia telah bertemu banyak pemimpin dunia dan juga pahlawan masa kecilnya, yakni awak dari Apollo 11.
Setelah menuntaskan misi STS 51-G dengan sempurna, misi Pangeran Sultan selanjutnya adalah membumi. Ia memiliki pandangan bahwa warisan sejarah dan budaya sangat penting bagi masa depan. Karena itulah, pada 2000 ia diangkat sebagai sekretaris jenderal pada Komisi untuk Pariwisata dan Warisan Sejarah Nasional Arab Saudi (SCTH).
Di sana ia mulai bekerja untuk melestarikan kekayaan sejarah dari Kerajaan Saudi. Ia juga mengawasi rencana utama bahwa pada 2008 kota pahatan batu kuno di Hegra ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO. Pada 2018 Hegra masuk dalam daftar empat harta nasional lainnya.
Namun begitu, Pangeran Sultan masih kembali berkecimpung dengan dunia luar angkasa. Pada Desember 2018 ia diangkat sebagai ketua Komisi Antariksa Saudi (SSC) yang baru dibentuk. Sebagai ketua SSC, ia memiliki misi memberdayakan generasi masa depan untuk memimpin dalam bidang ilmu antariksa dan penerapannya. Pangeran Sultan terus menginspirasi kaum muda Arab Saudi untuk mengikuti jejaknya.
Sumber: https://www.arabnews.com/node/1691201/saudi-arabia