Jumat 19 Jun 2020 05:29 WIB

RSUD Dituding 'Berbisnis' Tes Covid-19, Dinkes Klarifikasi

Pelayanan rapid test dan swab oleh RSUD Natuna untuk calon penumpang pesawat.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas medis menunjukkan alat rapid test Covid-19 (ilustrasi).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Petugas medis menunjukkan alat rapid test Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NATUNA -- Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), Rizal Rinaldy mengklarifikasi tuduhan 'berbisnis' pada saat pandemi Covid-19 setelah mengajukan wacana ke DPRD untuk menambah jenis pelayanan yaitu, pemeriksaan rapid test dan swab test di dalam salah satu item pelayanan di RSUD Natuna.

“Jadi RSUD Natuna yang kebetulan badan layanan umum daerah Natuna itu punya keinginan untuk menambah jenis pelayanan di dalam salah satu itemnya. Pelayanan itu adalah pelayanan pemeriksaan rapid test dan swab atau PCR untuk calon maskapai penerbangan," ujar Rizal pada Kamis (18/6).

Dia mengatakan hal tersebut berkaitan dengan adanya kebijakan maskapai penerbangan untuk meminta calon penumpangnya harus melengkapi diri dengan memberikan hasil rapid test nonreaktif terlebih dahulu. Pihak RSUD Natuna dalam memberikan permohonan tersebut, tidak serta merta mengajukan rapid test berbayar untuk semua masyarakat Natuna. Namun, masih mempertimbangkan tentang siapa saja yang dikenakan biaya, mengingat yang akan berangkat tidak semua masyarakat Natuna.

“Sebenarnya kami meminta pandangan, boleh tidak kami mengajukan ini. Pertimbanganya adalah rapid test itu pengadaannya cukup mahal. Untuk harga per satu paketnya itu sekitar Rp 230 ribu di pihak penyedia belum termasuk ongkos kirim, dipertimbangkan dengan jasa pelayanan dan lainnya pihak RSUD mengajukan Rp 450 ribu untuk biayanya," jelas Rizal.

Disinggung terkait anggaran yang telah dikucurkan pemerintah untuk penanganan Covid-19, Rizal mengatakan, dana tersebut cukup untuk masyarakat Natuna. Pihaknya juga mempertimbangkan untuk calon penumpang maskapai yang tidak memiliki KTP Natuna, seperti pembisnis dan lainnya.

“Biaya itu ada. Tapi untuk masyarakat Natuna yang terbang itu bukan masyarakat Natuna semuanya. kebanyakan orang luar natuna juga, ada yang dari provinsi, ada yang berangkat untuk berbisnis ke Natuna. Itu yang harusnya kita bicarakan sebenarnya,” tuturnya.

Menurut Rizal, pembicarannya telah terputus yang seharusnya bisa berbagi pendapat, tentang siapa yang yang harus berbayar. Keputusan sudah dibentuk, yakni DPRD tidak disetuju dan pihaknya menerima keputusan tersebut karena dari awal hanya sekedar memberikan permohonan dan meminta pandangan. “Yang kami ajukan bukan harus diterima, hanya permohonan. Apapun keputusannya, kami terima,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement