Jumat 19 Jun 2020 11:51 WIB

Syarat Dibukanya Kembali Pesantren di Tanah Air

Ada empat ketentuan utama dibukanya kembali pesantren dan lembaga pendidikan agama.

Petugas medis menata hasil tes diagnostik cepat atau rapid test di Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur, Kamis (18/6/2020). Tes diagnostik cepat tersebut dilakukan bagi para santri sebelum kembali mengikuti aktivitas pendidikan di pondok pesantren setelah libur panjang akibat COVID-19.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Petugas medis menata hasil tes diagnostik cepat atau rapid test di Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur, Kamis (18/6/2020). Tes diagnostik cepat tersebut dilakukan bagi para santri sebelum kembali mengikuti aktivitas pendidikan di pondok pesantren setelah libur panjang akibat COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Antara

Kementerian Agama menerbitkan panduan pembelajaran bagi pesantren dan pendidikan keagamaan. Menag Fachrul Razi mengatakan, panduan tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari surat keputusan bersama Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri.

Baca Juga

Menurut dia, panduan ini meliputi pendidikan keagamaan tidak berasrama serta pesantren dan pendidikan keagamaan berasrama.  “Untuk pendidikan keagamaan yang tidak berasrama, berlaku ketentuan yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi,” kata Menag Fachrul Razi menegaskan dalam kesempatan telekonferensi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/6) kemarin.

Pendidikan keagamaan tidak berasrama itu mencakup madrasah diniyah takmiliyah (MDT) dan lembaga pendidikan Alquran (LPQ), SD teologi Kristen (SDTK), SMP teologi Kristen (SMPTK), sekolah menengah teologi Kristen (SMTK), dan perguruan tinggi keagamaan Kristen (PTKK), sekolah menengah atas Katolik (SMAK), dan perguruan tinggi Katolik (PTK).

Selanjutnya, pendidikan keagamaan Hindu, lembaga sekolah Minggu Buddha, lembaga Dhammaseka, lembaga Pabajja, serta sekolah tinggi agama Khonghucu dan sekolah Minggu Konghucu di Klenteng.

Menag menjelaskan, pendidikan keagamaan Islam yang berasrama adalah pesantren. Di dalamnya ada sejumlah satuan pendidikan, yaitu pendidikan diniyah formal (PDF), muadalah, ma’had aly, pendidikan kesetaraan pada pesantren Salafiyah, madrasah/sekolah, perguruan tinggi, dan kajian kitab kuning (nonformal). Selain pesantren, ada juga MDT dan LPQ yang diselenggarakan secara berasrama. Hal sama berlaku juga di pendidikan keagamaan Kristen, ada SDTK, SMPTK, SMTK, dan PTKK yang memberlakukan sistem asrama.

Untuk pendidikan keagamaan Katolik, ada SMAK dan PTK Katolik yang berasrama. Sementara itu, pendidikan keagamaan Buddha menyelenggarakan sekolah tinggi agama Buddha negeri (STABN) secara berasrama.

Menurut Fachrul, ada empat ketentuan utama yang berlaku dalam pembelajaran pada masa pandemi, baik untuk pendidikan keagamaan berasrama maupun tidak berasrama. Pertama, membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Kedua, memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan.

Ketiga adalah menciptakan kondisi aman Covid-19, dibuktikan dengan surat keterangan dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 atau pemerintah daerah setempat. Terakhir adalah pimpinan, pengelola, pendidik, dan peserta didik dalam kondisi sehat, dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

“Keempat ketentuan ini harus dijadikan panduan bersama bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan yang akan menggelar pembelajaran di masa pandemi,” kata Fachrul.

Fachrul mengakui saat ini ada sejumlah pesantren dan pendidikan keagamaan yang sudah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Terkait hal ini, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan harus berkoordinasi dengan gugus tugas daerah dan fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat.

“Bila ada yang tidak sehat, agar segera mengambil langkah pengamanan sesuai petunjuk fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat,” ujar Fachrul.

Koordinasi juga penting dilakukan dalam rangka memeriksa kondisi asrama. Pesantren dan pendidikan keagamaan yang sudah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka juga harus menaati protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya.

Untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang akan segera menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, Fachrul melanjutkan, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan juga berkoordinasi dengan gugus tugas daerah atau dinas kesehatan setempat. Koordinasi bertujuan memastikan bahwa asrama dan lingkungannya aman dari Covid-19 dan memenuhi standar protokol kesehatan.

Prosedur berikutnya, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan menginstruksikan kepada peserta didik untuk taat kepada protokol kesehatan sejak berangkat dari rumah. Untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang belum akan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di pesantren dan pendidikan keagamaan, Menag menambahkan, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan mengupayakan seoptimal mungkin untuk melaksanakan pembelajaran secara daring.

Pesantren memberi petunjuk kepada peserta didik yang ada di rumah untuk menjaga kesehatan sebaik-baiknya dengan menaati semua protokol kesehatan. Mereka juga perlu berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 daerah dan dinas kesehatan setempat untuk memastikan bahwa keadaan asrama memenuhi standar protokol kesehatan. Jika pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan akan memulai pelaksanaan pembelajaran tatap muka, mereka harus memenuhi ketentuan yang terkait penerapan protokol kesehatan.

Kemenag mengatur juga protokol kesehatan bagi pesantren dan pendidikan keagamaan pada masa pandemi Covid-19, yaitu ketentuan protokol kesehatan yang berlaku pada pendidikan keagamaan yang tidak berasrama berlaku juga untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang berasrama. Institusi harus membersihkan ruangan dan lingkungan secara berkala dengan disinfektan, khususnya pegangan pintu, saklar lampu, komputer dan papan tik, meja, lantai dan karpet masjid/rumah ibadah, lantai kamar/asrama, ruang belajar, dan fasilitas lain yang sering terpegang oleh tangan.

Institusi diminta menyediakan sarana CTPS (cuci tangan pakai sabun) dengan air mengalir di toilet, setiap kelas, ruang pengajar, pintu gerbang, setiap kamar/asrama, ruang makan, dan tempat lain yang sering diakses. Bila tidak terdapat air, pembersih atau penyanitasi tangan (hand sanitizer) dapat digunakan.

Pesantren dan pendidikan keagamaan diharuskan memasang pesan kesehatan cara CTPS yang benar, cara mencegah penularan Covid-19, etika batuk/bersin, dan cara menggunakan masker di tempat strategis seperti di pintu masuk kelas, pintu gerbang, ruang pengelola, dapur, kantin, papan informasi masjid/rumah ibadah, sarana olahraga, tangga, dan tempat lain yang mudah diakses. Kemudian, pesantren dan institusi harus membudayakan penggunaan masker, jaga jarak, CTPS, dan menerapkan etika batuk/bersin yang benar. Yang tidak sehat atau memiliki riwayat berkunjung ke negara atau daerah terjangkit dalam 14 (empat belas) hari terakhir harus segera melaporkan diri kepada pengelola pesantren dan pendidikan keagamaan.

Kemenag mengimbau agar menggunakan kitab suci dan buku/bahan ajar pribadi serta menggunakan peralatan ibadah pribadi yang dicuci secara rutin. Penghuni pesantren atau asrama keagamaan juga harus menghindari penggunaan peralatan mandi dan handuk secara bergantian.

Penghuni pesantren dan asrama diimbau melakukan aktivitas fisik, seperti senam setiap pagi, olahraga, dan kerja bakti, secara berkala dengan tetap menjaga jarak. Mereka dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang sehat, aman, dan bergizi seimbang.

Penghuni diminta melakukan pemeriksaan kondisi kesehatan warga satuan pendidikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu dan mengamati kondisi umum secara berkala. Apabila memiliki suhu di atas 37,3 derajat Celsius, orang tersebut tidak diizinkan untuk memasuki ruang kelas dan atau ruang asrama. Orang dengan suhu di atas 37,7 C itu pun diminta untuk segera menghubungi petugas kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

Apabila disertai dengan gejala batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan atau sesak napas, yang bersangkutan disarankan untuk segera menghubungi petugas kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Apabila ditemukan peningkatan jumlah dengan kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, pengelola diminta segera melaporkan ke fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat.

Lalu, pesantren dan pendidikan keagamaan harus menyediakan ruang isolasi yang berada terpisah dengan kegiatan pembelajaran atau kegiatan lainnya. Institusi juga harus menyediakan sarana dan prasarana untuk cuci tangan dengan sabun, termasuk sabun dan pengering tangan (tisu) di berbagai lokasi strategis. Kemudian, pesantren dan pendidikan keagamaan harus menyediakan makanan bergizi seimbang yang dimasak sampai matang dan disajikan oleh penjamah makanan (juru masak dan penyaji) dengan menggunakan sarung tangan dan masker.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin beberapa waktu lalu mengatakan, pesantren relatif lebih aman dibandingkan sekolah umum, dalam menerapkan kebijakan tatanan normal baru (new normal), ketika membuka kembali kegiatan belajar dan mengajar. Alasannya, pesantren menerapkan sistem asrama.

"Di pesantren itu lebih aman daripada sekolah. Kalau sekolah itu kan (siswanya) bolak-balik, pulang ke rumah, pergi lagi ke sekolah, di jalan juga. Sementara, kalau di pesantren itu, selama dari awal sudah ditata, sebenarnya jauh lebih aman daripada sekolah," kata Wapres Ma'ruf Amin.

Potensi penularan Covid-19 di pesantren lebih dapat dikendalikan karena siswa dan tenaga pengajar tinggal di asrama, menurut Ma'ruf. Karena itulah, wapres berharap pesantren bisa kembali menjalankan kegiatan belajar dan mengajar (KBM) dengan menerapkan aturan sesuai dengan protokol kesehatan.

"Sebelum santri masuk, pesantren sudah disterilkan dahulu. Kemudan, santri yang akan masuk harus dites PCR (polymerase chain reaction) supaya aman. Supaya aman, mereka tidak boleh keluar dari pesantren, serta dibatasi orang dari luar untuk menjenguk," katanya.

Sejumlah pesantren mulai menerima kembali siswa dengan memberlakukan tes cepat atau rapid test terhadap santri. Di Jawa Timur, Pemerintah Kabupaten Jember menyiapkan 50 ribu alat tes cepat untuk santri di 600 pondok pesantren lebih.

Pesantren di wilayah zona biru dan hijau Jawa Barat juga akan mulai diizinkan beroperasi kembali dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan surat keputusan (SK) gubernur Jawa Barat (Jabar). Gubernur Jabar Ridwan Kamil memaparkan, pesantren diizinkan untuk beroperasi terlebih dahulu dari sekolah umum karena kurikulum yang digunakan pesantren tidak sama dengan sekolah umum.

Selain itu, mayoritas pesantren dimiliki atas nama pribadi sehingga kebijakan kurikulum yang digunakan tiap-tiap pesantren pun berbeda. Dengan demikian, tidak akan terjadi ketimpangan kualitas pendidikan antarpesantren.

“Kalau pesantren itu rata-rata dimiliki oleh pribadi, kurikulumnya juga tidak sama. Jadi, pesantren boleh (dibuka) karena kurikulumnya berbeda, start dan finisnya beda, maka boleh dibuka duluan dengan catatan kesehatan di zona hijau dan biru dan protokol kesehatan,” ujar Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.

“Kalau sekolah umum belum dulu. SD, SMP, SMA itu gerakannya harus satu irama karena dimiliki oleh negara dan kurikulumnya diatur oleh negara. Pak Kemendikbud sudah mengumumkan bahwa sekolah boleh dibuka di zona hijau. Per hari ini 27 kota/kabupaten di Jawa Barat belum ada (zona hijau),” katanya.

photo
IDI mengeluarkan syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila pesantren ingin dibuka. - (Pusat Data Republika )

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement