REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan peribadatan tatap muka gereja Katolik dilakukan dengan hati-hati dan agar kegiatan ibadah tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19, kata Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Romo Agustinus Heri Wibowo.
"Kami sungguh menaati surat edaran menteri agama tersebut dan peraturan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dan juga protokol kesehatan dengan sungguh-sungguh dan sangat hati-hati," kata Romo Agustinus dalam diskusi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta Timur pada Jumat (19/6).
Secara umum gereja Katolik sangat hati-hati dan tidak terburu-buru dalam melaksanakan kegiatan peribadatan tatap muka. Tapi, tegas dia, gereja melakukan persiapan peribadatan dalam masa pandemi, seperti tempat ibadat, sarana dan prasarana, serta protokol peribadatan dengan sebaik mungkin. "Supaya kegiatan keagamaan dan tempat ibadah tidak menjadi kluster baru penyebaran Covid-19," kata Romo.
Secara umum, sekitar 57 persen dari 37 keuskupan di 34 provinsi belum melakukan ibadah fisik dan masih menggunakan live streaming atau online. Sisanya sudah mulai dibuka dengan ibadah yang disesuaikan dengan kondisi gereja di masing-masing daerah dan melakukan protokol kesehatan yang ketat serta bersinergi dengan pemerintah terkait perizinan pelaksanaan ibadah.
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Masa Pandemi.
Dirjen Bimas Kristen Kemenag, Thomas Pentury menjelaskan, rekomendasi atau surat keterangan yang harus diminta oleh penyelenggara rumah ibadah dimaksud dalam edaran itu untuk memastikan peribadahan berjalan dengan baik dan bebas dari Covid-19.
"Itu kita maksudkan adalah upaya untuk pengelola harus siap menyelenggarakan ibadah jika kondisinya sudah aman. Kalau kondisi belum aman itu harusnya tidak boleh," kata Thomas.