REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar menyebutkan jumlah penumpang yang menggunakan moda raya terpadu atau mass rapid transit (MRT) tumbuh hingga 18 persen selama masa transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta. Menurut William, 3 bulan pertama saat diberlakukannya PSBB sejak Maret, penumpang MRT hanya tersisa 3 persen.
"Begitu PSBB transisi diterapkan, mulai naik dan sekarang sudah ada di kisaran 17 sampai 18 persen. Kami berharap pada bulan depan mencapai 30 persen," kata William dalam webinar "The 17th Industry Roundtable Transportation Industry" yang digelar oleh MarkPlus, Jumat (19/6).
Dengan masih diterapkannya jaga jarak aman physical distancing di dalam transportasi umum, kata dia, MRT hanya mampu memaksimalkan peningkatan jumlah penumpang hingga 60 persen.
Meski demikian, banyaknya jumlah penumpang bukan menjadi tujuan utama dalam konsep bisnis MRT saat ini. Pelayanan yang maksimal atau service excellence menjadi komitmen yang harus dipertahankan MRT, khususnya menjamin ketepatan waktu (on time performance) pada penumpang.
Pada masa PSBB transisi ini, kataWilliam, dimanfaatkan oleh MRT Jakarta sebagai tahap pemulihan dengan protokol baru yang diterapkan sebagai gaya hidup baru.
"Kami memperkenalkan sebuah protokol BANGKIT, singkatan dari Bersih, Aman, Nyaman, Go Green, Kolaborasi, Inovasi, dan Tata Kelola yang Baik. This is the new life style yang dijual korporasi transportasi sekarang ini," kata William.
Willian menekankan bahwa aspek kesehatan, kenyamanan dan ramah lingkungan atau go green yang seharusnya diutamakan oleh perusahaan berbasis transportasi saat ini. Dengan gaya hidup sehat, seperti banyak warga Jakarta yang kini lebih sering bersepeda dan berjalan kaki, MRT berupaya untuk mengintegrasikan moda transportasi rendah emisi secara kolaboratif dengan perusahaan transportasi lain.