REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memang telah memperbarui pedomannya mengenai perawatan pasien Covid-19 terkait penggunaan dexamethasone. Akan tetapi, obat golongan steroid itu tak boleh dikonsumsi serampangan.
WHO mengungkapkan dexamethasone adalah pengobatan pertama yang ditunjukkan untuk mengurangi angka kematian pada pasien dengan Covid-19 yang membutuhkan dukungan oksigen atau ventilator. Itu artinya, dexametason hanya diperuntukan bagi pasien yang kondisinya berat.
Seperti yang dilaporkan BBC, dexamethasone tidak efektif untuk infeksi ringan Covid-19. Bahkan, obat ini memiliki efek samping terhadap si pemakai.
Praktisi klinis dan akademisi Prof Ari Fahrial Syam SpPD mengatakan, dexamethasone merupakan obat murah dan juga tersedia di puskemas. Dexamethasone termasuk golongan steroid.
Obat ini memang sering dijuluki sebagai obat dewa, karena efek terapinya yang cepat. Misalnya, ketika seseorang sedang gatal karena alergi, baik merah atau bentol pada kulit dan gatal, maka pemberian dexamethasone dapat menghilangkan keluhan tersebut dengan cepat.
Obat ini digunakan juga sebagai obat radang, antara lain untuk pasien-pasien radang sendi dan berbagai bengkak karena peradangan. Kerja cepat dari obat ini dan dapat diindikasi pada berbagai penyakit membuat dexamethasone sering disebut sebagai "obat dewa".
Bahkan, untuk beberapa kanker, kelompok steroid ini juga digunakan sebagai kombinasi dengan obat anti kanker yang berfungsi kemoterapi. Obat golongan steroid ini juga digunakan untuk beberapa kelainan darah, asma, alergi pada mata dan THT, dan penyakit autoimun, karena memang steroid bisa menekan sistim imunitas.
"Sepertinya khasiat anti inflamasi ini yang dimanfaatkan dari obat dexamethasone untuk pasien dengan infeksi covid-19 yang berat yang memang terjadi peningkatan reaksi inflamasi," ujar Ari dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (18/6).
Dexamethasone yang oleh University of Oxford diberikan kepadalebih dari 2.000 pasien Covid-19 yang sakit parah terbukti mampu mengurangi risiko kematian hingga 35 persen bagi pasien dengan bantuan ventilator. Di lain sisi, dexametason juga mempunyai efek samping yang harus menjadi perhatian, baik oleh dokter maupun pasien.
Ari mengingatkan efek samping dexamethasone, terutama pada penggunaan jangka panjang. Pada penggunaan jangka pendek, menurut Ari, pasien bisa merasakan sakit pada lambung, sampai mual dan muntah. Mereka juga dapat terserang sakit kepala, nafsu makan meningkat, sulit tidur dan gelisah, serta timbul jerawat pada kulit.
Dalam jangka panjang, penggunaan dexamethasone dapat membuat orang mengalami moon face (wajahnya bengkak seperti bulan). Kadar gula darah dan tekanan darahnya bisa meningkat, tulang keropos (osteoporosis), dan daya tahan tubuh menjadi turun sehingga rentan terhadap infeksi.
Ari menjelaskan, interaksi obat juga bisa terjadi hingga meningkatkan efek samping pada pasien-pasien yang sudah mempunyai riwayat sakit maag sebelumnya. Kombinasi steroid dengan obat antiradang non steroid, misalnya, fenilbutazone, asam mefenamat, dam natrium diklofenak yang termasuk dengan golongan coxib dapat menyebabkan komplikasi lambung yang serius, seperti pendarahan lambung.
Konsumsi kombinasi obat itu bahkan sampai bisa menyebabkan kebocoran lambung dan usus dua belas jari. Akibatnya bisa fatal bagi pasien.
"Masyarakat harus bijak dalam mendengar dan membaca informasi seputar hasil penelitian seputar obat dexamethasone ini, obat ini terbukti efektif untuk mengurangi risiko kematian pada pasien covid-19, tetapi obat ini mempunyai catatan efek samping yang panjang sehingga harus digunakan sesuai petunjuk dokter."