REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam pengunjuk rasa yang berencana menggelar protes di Tulsa, Oklahoma, tempat ia menggelar kampanye pekan ini. Ia tidak mengungkapkan tindakan apa yang akan dihadapi pengunjuk rasa.
"Setiap pengunjuk rasa, anarkis, agitator, penjarah atau orang rendahan yang akan datang ke Oklahoma mohon mengerti, Anda tidak akan diperlakukan seperti di New York, Seattle, atau Minneapolis, akan menjadi tempat yang berbeda," cicit Trump di media sosial Twitter, Sabtu (20/6).
Juru bicara kampanye Trump, Marc Lotter mengatakan ucapan presiden ditujukan untuk agitator bukan pengunjuk rasa damai. Lotter mengaku Trump mendukung protes damai dan orang-orang yang menggunakan hak-haknya.
"Bila kami melihat apa yang telah kami lihat di kota-kota lain seperti kerusuhan, penjarahan, pembakaran gedung-gedung dan kekerasan fisik, maka hal itu sesuatu yang akan bertemu dengan polisi," kata Lotter pada MSNBC menjelaskan cicitan Trump.
Dalam konferensi pers juru bicara Gedung Putih Kayleigh McEnany juga menjelaskan maksud Trump. Ia mengatakan unjuk rasa yang merusak tidak akan diterima sementara demonstrasi damai tetap diizinkan.
"Apa yang ia masuk, pengunjuk rasa yang melakukan tindak kekerasan, anarkis, penjarah, bentuk-bentuk pelanggar hukum yang telah kami lihat sebelumnya," kata McEnany.
Kampanye di Oklahoma akan menjadi kampanye pertama Trump sejak pandemi virus korona menutup sebagian besar aktivitas di seluruh negeri. Kampanye ini juga digelar saat gerakan sipil anti-diskriminasi rasial terhadap warga kulit hitam bergejolak di seluruh AS.
Diperkirakan lebih dari 100 ribu orang yang akan memadati lokasi kampanye tersebut. Walikota Tulsa G.T. Bynum pun mencabut jam malam yang ia berlakukan di sejumlah blok di sekitar lokasi kampanye.
"Hari ini Secret Service meminta kota untuk mencabut jam malam pada akhir pekan ini, untuk memenuhi permintaan itu, kota mencabut perintah jam malam," kata siaran pers kota Tulsa yang dikutip CBS News.