Sabtu 20 Jun 2020 19:47 WIB

200 Lab PCR Siap Deteksi Covid-19, Kenapa Masih Rapid Test?

Pemerintah masih rapid test untuk menekan biaya sistem kesehatan

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro berpose di Gedung Graha BNPB, Jakarta. Reisa pemerintah masih menggunakan tes cepat (rapid test) untuk mendeteksi Covid-19 karena beberapa alasan, diantaranya menekan beban biaya sistem kesehatan.
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro berpose di Gedung Graha BNPB, Jakarta. Reisa pemerintah masih menggunakan tes cepat (rapid test) untuk mendeteksi Covid-19 karena beberapa alasan, diantaranya menekan beban biaya sistem kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona SARS-CoV2 (Covid-19) mengungkap saat ini lebih dari 200 laboratorium telah memiliki mesin Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk menguji spesimen virus corona. Kendati demikian, pemerintah masih menggunakan tes cepat (rapid test) untuk mendeteksi Covid-19 karena beberapa alasan, diantaranya menekan beban biaya sistem kesehatan.

Anggota tim komunikasi publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro menjelaskan, mesin PCR adalah pemeriksaan berbasis laboratorium yang melihat materi genetik RNA virus tersebut kemudian dikirimkan ke laboratorium yang memiliki mesin PCR.

"Saat ini lebih dari 200 laboratorium yang menguji spesimen dengan mesin PCR. Tetapi kenapa masih menguji dengan rapid test meski mesinnya banyak? Meski sudah banyak tetapi (jumlahnya) terbatas, tidak mungkin seluruh penduduk Indonesia swab dengan PCR," ujarnya saat konferensi pers update Covid-19, di akun youtube Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sabtu (20/6). 

Alasan kedua, dia melanjutkan, sebagai basis data epidemiologi seberapa banyak masyarakat di Indonesia yang telah dan sedang terkena Covid-19. Alasan ketiga, dia melanjutkan, menekan beban biaya sistem kesehatan. Ia menyebutkan rapid diagnostic test ini dibagi menjadi dua macam yaitu antibodi atau antigennya. 

Kemudian, dia menyebutkan, pemeriksaan rapid test ini bisa dengan mengambil sampel darah dan swab test. Tes cepat dengan sampel darah ini, Reisa melanjutkan, dilakukan dengan menusuk jarum di bagian jari dan mengambil spesimen kemudian dilakukan pemeriksaan. 

Kemudian rapid test swab test dilakukan dengan mengambil spesimen dari hidung dan tenggorokan. Ia menambahkan, rapid test yang hasilnya positif akan dilanjutkan tes PCR sebagai konfirmasi. 

Lebih lanjut ia mengaku alat rapid test ini telah didistribusikan secara luas ke rumah sakit hingga pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di seluruh Indonesia. Tujuan penyebaran ini, dia melanjutkan, untuk deteksi dini orang-orang yang berisiko tinggi. 

Pihaknya kembali mengingatkan tidak semua orang perlu menjalankan rapid test. Ia meminta masyarakat bertanya langsung kepada petugas kesehatan apabila ada informasi soal Covid-19 atau tes yang kurang jelas. Atau bisa juga mengunjungi situs resmi Gugus Tugas atau telpon ke 119 ext 9 atau gunakan layanan telemedis yang banyak tersedia di telepon pintar.

"Ingat, populasi kita sekitar 270 juta orang dan tersebar di belasan ribu pulau. Indonesia besar dan luas, jadi kita harus cermat menggunakan sumber daya kita," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement