REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China menyebut bahwa menawarkan bantuan bagi yang mereka sebut sebagai "perusuh" Hong Kong hanya akan mengancam rakyat Taiwan. China menilai hal itu merupakan bentuk intervensi terhadap urusan internal Hong Kong.
Dalam sebuah keterangan yang dikeluarkan Jumat (19/6) malam, Kantor Pemerintah China untuk Urusan Taiwan menyebut rencana pemerintah Taiwan, yang disebut oleh pihak China dengan istilah "otoritas Partai Demokratik Progresif", adalah rancangan politis untuk ikut campur dalam persoalan Hong Kong dan menyabotase stabilitas serta kemakmurannya.
"Menyiapkan tempat bernaung serta bersedia menampung para perusuh dan elemen yang menyebabkan keributan di Hong Kong hanya akan membawa ancaman bagi rakyat Taiwan," dikutip dari keterangan itu.
Pihak China menambahkan bahwa rencana mengadvokasi kemerdekaan untuk Hong Kong dan Taiwan juga hanya akan memunculkan masalah untuk prinsip "satu negara, dua sistem", yang mana upaya pemisahan bangsa disebut tidak akan pernah berhasil.
Pada Kamis (18/6) lalu, Taiwan menyatakan siap mendirikan kantor khusus untuk membantu warga Hong Kong yang ingin pergi meninggalkan wilayah itu. Hal itu dilakukan mengingat pemerintah pusat China semakin menguatkan cengkeramannya terhadap Hong Kong, termasuk dengan merancang undang-undang keamanan nasional yang baru.
Kantor khusus itu rencananya mulai beroperasi pada 1 Juli, bertepatan dengan tanggal peringatan penyerahan kembali Hong Kong dari Inggris kepada China pada 1997, yang dijanjikan akan menganut kebebasan di bawah prinsip "satu negara, dua sistem." Pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen pada bulan lalu menjadi pimpinan pemerintahan yang pertama kali berjanji membantu rakyat Hong Kong yang meninggalkan kota itu dengan situasi terkini di bawah pemerintahan pusat China.
Sementara China sendiri membantah pihaknya menekan kebebasan Hong Kong. China mengatakan bahwa pengesahan undang-undang keamanan nasional justru diperlukan demi kebaikan Hong Kong.