REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda (KOKAM) Pemuda Muhammadiyah keluar dari barak untuk memberi bukti dalam mengawal keputusan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang menolak rancangan undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
PP Muhammadiyah telah mengeluarkan surat edaran yang berisi alasan bahwa RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasannya menjadi undang-undang. Selanjutnya Markas Besar KOKAM Nasional mengeluarkan memo yang berisi himbauan kepada KOKAM untuk mengawal keputusan PP Muhammadiyah. Memo ini juga menginstruksikan kepada KOKAM untuk membentuk Komando Kawal Keputusan PP Muhammadiyah.
Aksi pertama dari Komando Kawal Keputusan PP Muhammadiyah dari KOKAM DIY adalah mengikuti Aksi Anti RUU HIP yang diadakan oleh Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) DIY. FUI merupakan gabungan ormas Islam di DIY. Aksi yang diadakan pada Sabtu (20/6) di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. KOKAM bersama ribuan umat Islam di DIY mengikuti demo ini dengan damai.
KOKAM yang diwakili oleh Akhid Widi Rahmanto menegaskan bahwa TAP MPRS nomor XXV/MPRS/1966 yang berisi larangan terhadap Komunisme, Leninisme, dan Marxisme tidak dapat diabaikan dalam kehidupan politik berbangsa. "Bahwa ada yang mau merubah Pancasila itu adalah orang yang tidak punya nilai sejarah, padahal nenek moyang mereka pernah mengatakan jasmerah. Tapi mereka sendiri yang melupakan sejarah,” kata Akhid dalam orasinya seperti dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id.
Sekretaris Bidang KOKAM PP Pemuda Muhammadiyah Iwan Setiawan mengatakan Markas Besar KOKAM Nasional dalam mengawal Keputusan PP Muhammadiyah juga memberi alasan untuk menolak RUU HIP. "Mereduksi Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila juga menjadikan sejarah menjadi kabur," ujarnya.
Menurutnya, Pancasila memang memang berasal dari ide Sukarno, tetapi perumusan menjadi Pancasila yang seperti sekarang ini dibahas oleh tim yang terdiri semua kelompok. "Sejarah perumusan Pancasila inilah yang mampu menyatukan bangsa Indonesia. Kalau Pancasila diperas dan dirubah menjadi trisila dan ekasila sejarah seperti ditarik ke masa lalu dan peranan tim perumus Pancasila menjadi tidak berarti," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan, RUU HIP mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Sehingga, jika pembahasannya dipaksakan, maka berpotensi menimbulkan kontroversi yang kontra produktif.
"Tak menutup kemungkinan juga membuka kembali perdebatan dan polemik ideologis dalam sejarah perumusan Pancasila yang sudah berakhir secara bijaksana oleh para pendiri bangsa," kata Haedar dalam keterangan resmi yang diterima Republika pada Senin, (15/6).
PP Muhammadiyah mengimbau, agar semua pihak di tubuh bangsa, tetap tenang dan memupuk kebersamaan dalam semangat persatuan. Terlebih,di tengah kasus virus corona yang belum tuntas, dibutuhkan kerja sama lintas sektor.
"DPR, pemerintah, dan bangsa Indonesia hendaknya tidak mengulangi kesalahan sejarah tersebut, karena bertentangan dengan Pancasila dan merugikan seluruh hajat hidup bangsa Indonesia," ujar Haedar.
Diketahui, RUU HIP sedang dalam pembahasan di Badan Legislatif DPR. Berdasarkan pengkajian tahap pertama Tim PP Muhammadiyah, materi RUU HIP banyak yang bertentangan dengan UUD 1945 dan sejumlah Undang-undang, terutama Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.