Ahad 21 Jun 2020 14:27 WIB

Serikat Buruh Hong Kong Cari Dukungan untuk Gelar Aksi Mogok

Serikat buruh menolak undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan China.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Para pengunjuk rasa melakukan aksi protes di sebuah pusat perbelanjaan di Hong Kong, Selasa (9/6). Setahun sejak dimulainya protes anti-pemerintah Hong Kong, pemimpin kota Cina semi-otonom mengatakan bahwa semua pihak harus belajar dari kesulitan dan masa-masa sulit selama setahun terakhir.
Foto: AP / Vincent Yu
Para pengunjuk rasa melakukan aksi protes di sebuah pusat perbelanjaan di Hong Kong, Selasa (9/6). Setahun sejak dimulainya protes anti-pemerintah Hong Kong, pemimpin kota Cina semi-otonom mengatakan bahwa semua pihak harus belajar dari kesulitan dan masa-masa sulit selama setahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Serikat buruh dan kelompok mahasiswa pro-demokrasi belum berhasil mengumpulkan dukungan untuk melakukan aksi mogok serta aksi protes terhadap undang-undang keamanan nasional, yang diberlakukan oleh China. Aksi demonstrasi tersebut tidak mendapatkan izin dari polisi karena ada pembatasan sosial akibat virus Corona.

Panitia penyelenggara aksi demonstrasi mengatakan, aksi mereka kali ini dimaksudkan untuk membuka arena perlawanan baru. Dalam sebuah jajak pendapat, anggota serikat pekerja yang  bersedia mengikuti aksi hanya sebesar 8.943. Mereka bisa turun ke jalan untuk melakukan aksi protes jika jumlah peserta mencapai 60 ribu.

Baca Juga

Serikat pekerja tersebut mewakili sejumlah industri, termasuk penerbangan, transportasi, konstruksi, teknologi, dan pariwisata. Sebagian besar serikat pekerja tersebut dibentuk pada tahun lalu, ketika para aktivis mempelopori gerakan pro-demokrasi.

China mengumumkan perincian undang-undang keamanan nasional. Dalam rincian itu disebutkan bahwa Beijing akan memiliki kekuatan menyeluruh atas penegakan aturan keamanan nasional.

Undang-undang ini telah membuat pemerintah asing dan aktivis pro-demokrasi di Hong Kong khawatir. Karena, Beijing telah berhasil memperketat cengkeramannya atas Hong Kong sejak dikembalikan ke Cina oleh Inggrs pada 1997.

Pejabat di Beijing dan Hong Kong telah berusaha meyakinkan investor bahwa undang-undang itu tidak akan mengikis status otonomi kota. Mereka bersikeras undang-undang itu hanya menargetkan para pembuat onar yang menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement