REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Serikat buruh dan kelompok mahasiswa pro-demokrasi belum berhasil mengumpulkan dukungan untuk melakukan aksi mogok serta aksi protes terhadap undang-undang keamanan nasional, yang diberlakukan oleh China. Aksi demonstrasi tersebut tidak mendapatkan izin dari polisi karena ada pembatasan sosial akibat virus Corona.
Panitia penyelenggara aksi demonstrasi mengatakan, aksi mereka kali ini dimaksudkan untuk membuka arena perlawanan baru. Dalam sebuah jajak pendapat, anggota serikat pekerja yang bersedia mengikuti aksi hanya sebesar 8.943. Mereka bisa turun ke jalan untuk melakukan aksi protes jika jumlah peserta mencapai 60 ribu.
Serikat pekerja tersebut mewakili sejumlah industri, termasuk penerbangan, transportasi, konstruksi, teknologi, dan pariwisata. Sebagian besar serikat pekerja tersebut dibentuk pada tahun lalu, ketika para aktivis mempelopori gerakan pro-demokrasi.
China mengumumkan perincian undang-undang keamanan nasional. Dalam rincian itu disebutkan bahwa Beijing akan memiliki kekuatan menyeluruh atas penegakan aturan keamanan nasional.
Undang-undang ini telah membuat pemerintah asing dan aktivis pro-demokrasi di Hong Kong khawatir. Karena, Beijing telah berhasil memperketat cengkeramannya atas Hong Kong sejak dikembalikan ke Cina oleh Inggrs pada 1997.
Pejabat di Beijing dan Hong Kong telah berusaha meyakinkan investor bahwa undang-undang itu tidak akan mengikis status otonomi kota. Mereka bersikeras undang-undang itu hanya menargetkan para pembuat onar yang menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional.