Ahad 21 Jun 2020 23:12 WIB

Pandangan Ponpes Tebuireng Terkait Cara 'Pemakaman Corona'

Tokoh-tokoh agama juga harus dilibatkan dalam pemakaman jenazah korban corona.

Petugas mengangkat peti jenazah pasien suspect Corona di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tegal Alur, Kalideres, Jakarta, Kamis (26/3). TPU Tegal Alur merupakan salah satu lahan pemakaman yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bagi pasien yang meninggal karena Corona atau Covid-19
Foto: Putra M. Akbar/Republika
Petugas mengangkat peti jenazah pasien suspect Corona di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tegal Alur, Kalideres, Jakarta, Kamis (26/3). TPU Tegal Alur merupakan salah satu lahan pemakaman yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bagi pasien yang meninggal karena Corona atau Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI - Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, KH Abdul Hakim Mahfudz meminta agar proses pemulasaraan jenazah dan pemakaman pasien yang diduga terkonfirmasi COVID-19 sesuai dengan agama yang dianut masing-masing pasien.

"Kami tidak berbicara dalam konteks pemulasaraan jenazah yang Muslim saja. Tapi secara keseluruhan, apapun agamanya. Mengingat proses pemulasaraan jenazah ini cukup sensitif dalam perspektif budaya sebagian masyarakat kita," kata Gus Kikin, sapaan akrab KH Abdul Hakim Mahfudz di Jombang, Ahad (21/6).

Pihaknya juga meminta Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan pihak rumah sakit melibatkan tokoh-tokoh agama untuk memastikan proses pemulasaraan jenazah sesuai dengan agama yang dianut pasien dan menghindarkan keraguan-raguan keluarga serta masyarakat.

Ia juga meminta proses pemakaman jenazah pasien terduga atau yang terkonfirmasi positif COVID-19 untuk mempertimbangkan aspek budaya dan kearifan lokal.

Jika dimungkinkan, keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggal pasien dapat diberikan kesempatan untuk melepaskan keberangkatan jenazah ke tempat pemakaman dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan dan dilaksanakan dalam tempo yang sewajarnya.

"Ada yang mengusulkan, jenazah tetap di dalam ambulans, tanpa harus diturunkan saat dishalati dan prosesi pemberangkatan jenazah. Wacana seperti itu perlu dikaji oleh gugus tugas dan pihak terkait," kata di berharap.

Dia menambahkan dengan diberikannya kesempatan kepada keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggal pasien untuk melepaskan keberangkatan jenazah ke tempat pemakaman diharapkan dapat menghapus stigma negatif kepada pasien dan menjadi proses edukasi di masyarakat bahwa COVID-19 bukanlah aib.

"Langkah ini diharapkan bisa jadi jalan tengah, daripada terjadi benturan antara keluarga dan petugas kesehatan, seperti kasus yang marak belakangan. Tapi hal ini tentu harus disesuaikan dengan kondisinya. Kalau pasien meninggal di Surabaya, sementara keluarganya berada di kota yang jaraknya cukup jauh, tentu berbeda pertimbangannya," kata dia.

Muncul dari keprihatinan

Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, telah mengeluarkan maklumat terkait dengan berbagai dinamika lapangan penanganan COVID-19 di tengah-tengah masyarakat.

Maklumat dikeluarkan juga mempertimbangkan semakin lebarnya kesenjangan persepsi antara sebagian masyarakat dan petugas kesehatan, sehingga Pesantren Tebuireng Jombang merasa perlu menyampaikan pandangan sebagai masukan kepada pihak-pihak terkait.

Maklumat tersebut berisi tujuh butir pandangan Pesantren Tebuireng, Jombang, yang ditandatangani oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz.

Gus Kikin menegaskan bahwa maklumat tersebut muncul dari keprihatinan di pesantren setelah melihat perkembangan situasi dan kondisi di masyarakat.

"Setelah diskusi yang cukup panjang, inilah sebagian sumbangan pemikiran yang dapat sampaikan dalam merespon perkembangan saat ini," ujar Gus Kikin.

Selain membahas soal proses pemulasaraan jenazah, isi maklumat lainnya adalah bahwa Pesantren Tebuireng Jombang juga mengapresiasi ikhtiar pemerintah dan pemerintah daerah dalam upaya percepatan penanganan COVID-19, khususnya terkait dengan peningkatan jumlah pemeriksaan secara masif dan pelacakan kasus (tracing) di masyarakat.

Pesantren Tebuireng Jombang juga meminta pemerintah mengimbangi ikhtiar positif tersebut dengan memperbaiki strategi komunikasi publik dan memperkuat pendekatan kultural serta memperhatikan aspek budaya masyarakat dan kearifan lokal di masing-masing daerah.

Menahan diri

Selain itu, berkenaan dengan semakin banyaknya kesimpangsiuran informasi di tengah masyarakat, meminta semua pihak untuk menjaga kejernihan pikiran, mengedepankan aspek tabayun dan menahan diri dengan tidak menyebarkan informasi yang tidak jelas sumbernya.

Pada poin selanjutnya, Pesantren Tebuireng Jombang juga berharap kepada para tokoh masyarakat agar berperan aktif dalam upaya mengedukasi dan menenangkan masyarakat dalam menghadapi situasi pandemi ini.

Sedangkan pada poin lainnya, Pesantren Tebuireng Jombang juga mengharapkan semua pihak yang terkait dengan penanganan COVID-19 untuk mengedepankan sikap jujur, amanah dan pertanggungjawaban moral yang setinggi-tingginya.

Pada poin ketujuh, Pesantren Tebuireng Jombang juga memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para petugas medis yang telah menjadi garda terdepan dalam penanganan COVID-19 dan mendoakan semoga almarhum/almarhumah memperoleh status sebagai syahid akhirah di sisi Allah SWT serta keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran.

"Maklumat ini disampaikan sebagai ikhtiar Pesantren Tebuireng untuk mewujudkan kemashalahatan bersama dan dalam upaya menjaga kondusifitasdi tengah-tengah masyarakat. Termasuk meminimalkan kesenjangan persepsi dan komunikasi antara sebagian masyarakat dan petugas kesehatan," kata Gus Kikin.

Sah tidak dimandikan

Pengurus pemulasaran jenazah di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Sukapura Muh Hanifurrohman mengatakan pemulasaran jenazah pasien COVID-19 Muslim tetap sah atau baik untuk dilaksanakan meski tidak dimandikan terlebih dahulu menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Bahwa dalam kondisi darurat, sesuai dengan pesan MUI bahwa jenazah (COVID-19) ini kalau di Islam, dia bisa dianggap sebagai jenazah syahid. Jadi tidak perlu dimandikan untuk mengurangi dampak negatif dari sisi kesehatan," kata Hanifurrohman dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat (12/6).

Hanif mengatakan jenazah pasien COVID-19 tidak perlu dimandikan selama proses pemulasarannya untuk menghindari penularan virus SARS-CoV-2, penyebab penyakit COVID-19.

Sebagai gantinya, ia menyarankan agar jenazah tersebut cukup dilakukan "tayamum" agar tetap sesuai dengan ketentuan agama dan tetap ditangani sesuai prosedur penanganan medis secara ketat guna mencegah potensi penyebaran wabah.

"Jadi cukup dilakukan 'tayamum', dengan baju yang ada untuk dimasukkan ke kantong jenazah. Setiap tahapan itu kita semprot dengan disinfektan sehingga tidak masalah," kata Muh Hanifurrohman

Sementara itu, anggota tim pemulasaran jenazah Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet dr Reza Ramdhoni meyakinkan bahwa proses pengurusan jenazah yang mereka lakukan selama ini benar-benar dilakukan sesuai prosedur medis yang sangat ketat.

"Jadi memang protokolnya itu sebisa mungkin kedap terhadap dunia luar, karena diharapkan cairan-cairan tubuh yang keluar dari jenazah itu tidak menjadi bahan yang infeksius terhadap dunia luar," kata dia.

Secara tahapan, ia mengatakan hal pertama yang dilakukan saat memulasarakan jenazah pasien COVID-19 adalah dengan langsung memasukkan jenazah ke dalam kantong plastik tanpa dimandikan terlebih dahulu.

Kemudian, jenazah disemprot dengan disinfektan, lalu ditutupi lagi dengan kain kafan dan kembali dimasukkan ke dalam kantong plastik sembari sesering mungkin disemprot dengan cairan disinfektan disetiap tahapan.

Sebelum ditutup ke kantong mayat, bagi yang muslimditayamumkan, lalu dimasukkan ke kantong jenazah, kemudian dimasukkan ke dalam peti dan petinya dibalut (wrapping) dan disemprot disinfektan berkali-kali.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement