REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Tin Zuraida, istri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Sedianya, KPK telah memanggil Tin pada Senin (15/6) pekan lalu. Keterangan Tin dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto yang hingga kini masih buron.
"Ini adalah panggilan terakhir ada konfirmasinya akan datang pada tanggal tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Ahad (21/6).
Ali mengatakan, pada Senin pekan lalu eks Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu mengaku sakit. "Panggilan yang lalu tidak hadir memenuhi panggilan penyidik. Ada konfirmasi karena alasan sakit dan akan dijadwal ulang Senin, 22 Juni 2020," terang Ali.
Menurut catatan, Tin Zuraida sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan KPK, yakni pada 11 Februari 2020, 24 Februari 2020, dan 15 Juni 2020. Tin Zuraida sebelumnya juga turut diamankan ketika KPK menangkap Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, di sebuah rumah kawasan Simprug, Jakarta Selatan, Senin (1/6) malam.
Saat itu, Tin ikut diamankan untuk diperiksa sebagai saksi. Sebab, dia sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik KPK. Keterangan Tin Zuraida sebagai saksi juga tak lepas dari dugaan adanya perannya membantu sang suami. Tin diduga ikut menyamarkan aset-aset yang berasal dari suap dan gratifikasi suaminya. Ia disebut melibatkan sejumlah kerabat untuk mengaburkan transaksi peralihan aset.
Dalam kasus ini, KPK menyangka Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.