REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Belum selesai pandemi Covid-19 teratasi, jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya terus meningkat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, hingga Senin (22/6) tercatat 598 kasus DBD yang menyebabkan 16 orang di antaranya meninggal dunia.
Angka kematian akibat DBD di Kota Tasikmalaya bertambah dari sepekan sebelumnya. Pada (16/6), kasus kematian akibat DBD di Kota Tasikmalaya tercatat 11 orang. Artinya, dalam sepekan terdapat penambahanan lima kasus kematian baru.
"Ini adalah satu angka yang cukup tinggi," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, ketika ditemui di kantornya, Senin.
Dengan kenaikan angka itu, ia menyebut, status Kota Tasikmalaya saat ini telah memasuki pra-kejadian luar biasa (KLB). Sebab, jumlah kasus dan kematian akibat DBD sudah berada di angka yang tinggi.
Namun, status pra-KLB tak bisa disamakan dengan KLB. Penetapan status KLB, kata dia, merupakan kewenangan pemimpin daerah, dalam hal ini adalah Wali Kota Tasikmalaya.
"Syarat untuk KLB itu kasus kematian meningkat tajam dibanding periode sebelumnya. Itu harus dihitung dengan akurat, karena kita tak bisa menetapkan secara sembarangan menetapkan KLB," kata dia.
Uus mengatakan, Dinas Kesehatan akan menggiatkan penyuluhan ke masyarakat melalui kecamatan. Rencananya, pada Kamis (25/6) akan melakukan pertemuan dengan seluruh kecematan untuk mengantisipasi meningkatnya kasus DBD.
Berdasarkan data yang ada, Kecamatan Kawalu merupakan daerah yang wilayah terparah yang terdampak DBD. Di kecamatan itu, tercatat 113 kasus dengan lima angka kematian. Sementara kasus lainnya tersebar di sembilan kecamatan lainnya. Namun angka kematian tercatat di Kecamatan Cipedes tiga kasus, Purbaratu, Bungursari, dan Cipedes, masing masing dua kasus, serta Indihiang dan Tawang, masing-masing satu kasus.
Uus berharap, masyarakat dapat menggiatkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Sebab, saat ini Dinas Kesehatan sedang fokus melakukan penanganan pandemi Covid-19. Namun, jika kasus DBD terus meningkat, fokus itu akan terpecah untuk penanganan DBD.
"Kami saat berharap sebenarnya saat masyarakat mengurangi aktivitas, mereka benar-benar menerapkan phbs. Bukan hanya terhadap diri kita, tapi juga lingkungan. Kalau masyarakat sadar menyadari itu, kasus bisa dicegah," kata Uus.