REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan produksi mandiri alat tes PCR (polymerase chain reaction) hingga dua juta kit tiap bulannya. Saat menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) siang ini, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan, Indonesia saat ini sudah mampu memproduksi sendiri alat tes PCR ini.
“Kami melaporkan kepada Bapak Presiden bahwa Indonesia ini sudah bisa memproduksi PCR sendiri sebetulnya, sudah bisa diproduksi mandiri di Indonesia,” kata Muhadjir kepada wartawan di Kompleks Istana Presiden, Senin (22/6).
Muhadjir menceritakan sempat mengunjungi PT Bio Farma untuk melihat produksi alat tes PCR ini. Bio Farma, kata dia, saat ini mampu memproduksi 50 ribu alat tes PCR tiap minggunya.
Ia pun menargetkan Indonesia benar-benar mampu memproduksi sendiri alat tes PCR untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga target produksi hingga 2 juta PCR kit tercapai.
“Kemarin saya berkunjung ke Bio Farma, di sana sudah bisa memproduksi 50 ribu per minggu dan kalau itu bisa dilipatgandakan produksinya sampai bisa dengan 2 juta per bulan, itu bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dan beliau sangat mendukung,” jelas dia.
Untuk memenuhi target produksi PCR kit, pemerintah akan menggunakan gedung yang sebelumnya akan digunakan sebagai laboratorium vaksin flu burung. Presiden Jokowi pun mendukung rencana penggunaan gedung ini untuk memproduksi alat tes PCR lebih banyak lagi.
Alih fungsi gedung akan dilakukan dengan koordinasi antara Menteri BUMN dengan Menteri PUPR, serta Menteri Kesehatan. Muhadjir berharap, upaya pemerintah untuk mencapai target dua juta produksi PCR kit ini dapat menekan impor alat tes kesehatan dari luar negeri.
Selama ini, berbagai jenis alat tes PCR digunakan di Indonesia untuk melakukan pemeriksaan Covid-19. Hal ini menjadi kendala sendiri karena sering kali alat tes PCR tersebut tak kompatibel dengan reagen di Indonesia.
“Apalagi kalau terlalu banyak jenis PCR kit, itu sering tidak kompatibel dengan reagen ekstraksinya. Jadi mereknya beda, bisa tidak cocok. Kalau nanti bisa kita sederhanakan, apalagi satu, nanti lebih mudah untuk operasional di lapangan dan beliau sudah menyetujui,” kata Muhadjir.