REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Patung Theodore Roosevelt akan dipindahkan dari pelataran Museum Sejarah Amerika atau American Museum of Natural History di New York, Amerika Serikat (AS). Patung mantan presiden AS itu dianggap melambangkan kolonialisme dan rasialisme.
"American Museum of Natural History telah meminta untuk memindahkan patung Theodore Roosevelt karena secara eksplisit menggambarkan orang kulit hitam dan penduduk asli sebagai hamba dan secara ras lebih rendah," kata Wali Kota New York Bill de Blasio pada Ahad (21/6) dikutip laman ABC News.
Menurut de Blasio, warga New York mendukung keputusan American Museum of Natural History. "Ini adalah keputusan yang tepat dan waktu yang tepat untuk memindahkan patung bermasalah ini," ujarnya.
Melalui situs resminya, American Museum of Natural History memang mengungkapkan bahwa patung Theodore Roosevelt telah lama menjadi kontroversial. Hal itu karena komposisi hierarkis yang menempatkan satu sosok menunggang kuda, sedangkan figur lainnya berjalan di sampingnya. "Banyak dari kita menemukan penggambaran tokoh asli Amerika dan Afrika serta penempatan mereka di monumen (bersifat) rasialis," katanya.
Menurut American Museum of Natural History, komisi kota New York sempat mempertimbangkan pemindahan patung tersebut pada 2017 dan 2018. Namun, konsensus atau kesepakatan tidak tercapai. Terkait keputusan pemindahan saat ini, keluarga Theodore Roosevelt telah memberikan persetujuan.
"Dunia tidak membutuhkan patung, peninggalan zaman lain, yang tidak mencerminkan nilai-nilai orang yang ingin mereka hormati atau nilai-nilai kesetaraan dan keadilan. Komposisi patung berkuda tidak mencerminkan warisan Theodore Roosevelt. Sudah waktunya memindahkan patung dan melangkah maju," kata cicit Theodore Roosevelt, Theodore Roosevelt IV.
Belum diketahui kapan patung itu akan dipindahkan. Patung Theodore Roosevelt diresmikan pada 1940. Sebelum menjadi presiden AS ke-26, dia pernah menjabat sebagai gubernur New York.
Demonstrasi menentang rasialisme telah merebak di puluhan negara di dunia. Aksi itu dipicu oleh unjuk rasa mengecam pembunuhan pria Afrika-Amerika bernama George Floyd oleh polisi kulit putih di Minneapolis, AS, pada 25 Mei lalu. Floyd tewas setelah lehernya dipiting menggunakan lutut selama sembilan menit.
Kematiannya memantik gerakan “Black Lives Matter” yang menjalar ke berbagai negara, termasuk Eropa. Dalam aksinya, massa tak hanya menyuarakan pesan antirasialisme. Mereka turut merobohkan patung-patung tokoh yang memiliki jejak keterlibatan dalam sejarah perbudakan.