Senin 22 Jun 2020 16:08 WIB

Korsel Bantah Klaim John Bolton Soal Trump dan Kim Jong-un

Bolton menyebut Trump menempatkan kepentingan pribadi di atas negara.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
John Bolton
Foto: AP
John Bolton

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kantor Kepresidenan Korea Selatan (Korsel) mengatakan John Bolton, seorang mantan penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS) telah melukiskan gambaran yang terdistorsi atau tidak sesuai dengan fakta mengenai diplomasi antara Negeri Paman Sam dan Korea Utara (Korut). Pernyataan itu sekaligus mendukung kritik atas klaim yang diberikan mengenai hubungan kedua negara, secara khusus pemimpin kedua negara.

"Itu tidak menggambarkan fakta yang akurat. Sebagian besar darinya terdistorsi," ujar Chung Eui-yong, direktur keamanan nasional Korsel pada Senin (22/6) seperti dilansir BNN Bloomberg.

Baca Juga

Chung Eui-yong merupakan salah satu negosiator dalam pertemuan pertama kali antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un pada Juni 2018. Ia mengungkapkan kesediaan Kim Jong-un untuk membuka pembicaraan nuklir, setelah perjalanan di kedua negara hingga kesepakatan pertemuan tercapai.

Sebelumnya, Bolton mengatakan Trump menempatkan kepentingan pribadi di atas negara terkait kesepakatan yang dibicarakan dengan sejumlah pemimpin negara, tak terkecuali Kim Jong-un. Ia mengkiritk keputusan pertemuan kedua pemimpin pada Juni 2019 di Zona Demiliterisasi (DMZ) meski Pyongyang belum mengambil langkah signifikan dalam melucuti program nuklir.

"Jika ia (Trump) berpikir bisa mendapatkan kesempatan berfoto dengan Kim Jong-un di DMZ, maka ada banyak penekanan pada peluang foto dan reaksi pers terhadapnya dan sedikit atau tidak ada fokus pada apa yang dilakukan pertemuan tersebut untuk posisi tawar dari AS," kata Bolton.

Bolton yang diwawancara oleh ABC News menjelang rilis buku berjudul The Room Where It Happened : A White House Memoir mengatakan hubungan antara Kim Jong-un dan Trump bukan bersifat diplomatik. Dalam buku karyanya yang akan dirilis itu, secara keseluruhan berisi tentang perjalanan dirinya selama 17 bulan bekerja dalam Pemerintah AS yang dipimpin Trump.

Namun, isi buku tersebut dilaporkan terdapat banyak tuduhan yang memberatkan Trump. Bolton juga mengatakan bahwa ia tak berharap bahwa pria berusia 74 tahun itu akan kembali terpilih sebagai Presiden AS untuk periode kedua pada tahun ini.

Pemerintah AS telah berupaya menghalangi perilisan buku karya Bolton dengan alasan adanya informasi sensitif yang diberikan terkait keamanan nasional negara adidaya tersebut. Trump juga mengatakan bahwa The Room Where It Happened : A White House Memoir penuh kebohongan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement