REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hari ini bertepatan 22 Juni 75 tahun lalu, Piagam Jakarta berhasil dicetuskan, namun karena kebesaran hati ulama dan tokoh Islam, Piagam Jakarta itupun akhirnya disepakati tidak digunakan.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengajak umat untuk menghentikan aspirasi politik mendirikan negara Islam dengan memunculkan kembali Piagam Jakarta.
Sebab, hal itu hanya akan membuka kembali polemik ideologi yang harusnya sudah diakhiri. Menurut Mu'ti, Piagam Jakarta yang ditetapkan sebagai dasar negara dalam pembukaan UUD 1945 pada 22 Juni 1945, tepat hari ini 75 tahun lalu, merupakan cerminan konstelasi kekuatan politik Indonesia ketika itu. Tapi, akhirya isinya diubah demi mempertahankan persatuan dan kemerdekaan Indonesia.
"Setelah rumusan Pancasila 18 Agustus 1945, rumusan dasar negara Piagam Jakarta diubah menjadi rumusan Pancasila seperti sekarang ini," kata Mu'ti kepada Republika.co.id, Senin (22/6).
Sila yang diubah itu berbunyi "Ketuhanan, dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya". Tujuh kata terakhir dihapus karena adanya keberatan dari sejumlah golongan. Lalu diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".
"Karena itu, Alamsjah Ratoe Perwiranegara (tokoh militer dan mantan Menteri Agama) menyebut Pancasila sekarang ini merupakan hadiah terbesar umat Islam untuk Indonesia," kata Mu'ti.
Menurut dia, pernyataan Alamsjah itu memiliki tiga makna. Pertama, pengakuan politik atas sumbangan umat Islam bagi bangsa dan negara Indonesia.
"Kedua, mengajak umat Islam untuk tidak lagi membangun aspirasi mendirikan negara Islam dengan memunculkan kembali Piagam Jakarta," lanjutnya.
Ketiga, mengajak umat Islam agar menerima Pancasila 18 Agustus sebagai Dasar Negara dan berperan aktif dalam membangun bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila.
"Dalam pemahaman tersebut, Muhammadiyah setuju dengan pernyataan Alamsjah," kata Mu'ti.
Oleh sebab itu, lanjut dia, tugas dan tantangan ke depan adalah bagaimana membuktikan bahwa Pancasila 18 Agustus 1945 itu dapat mewujudkan cita-cita Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Tak perlu lagi mempersoalkan dasar negara Pancasila.
"Sekarang bukan waktunya mempersoalkan dan menonjolkan rumusan dasar negara sebelum 18 Agustus karena hanya akan membuka polemik ideologi yang sudah harus diakhiri," kata Mu'ti menegaskan.
Adapun Muhammadiyah juga telah menegaskan bahwa Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadat saat gelaran Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar pada 2015.
"Muhammadiyah berpendapat Negara Pancasila sebagai buah kesepakatan para pendiri bangsa yang harus diperkuat, tidak perlu lagi dipersoalkan atau dirubah," ucap Mu'ti.