REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahad (21/6) siang sekitar pukul 12.30 WIB, masyarakat dikejutkan aksi sekelompok pemuda yang melakukan tindakan perusakan rumah dan kendaraan di Klaster Australia Boulevard Cipondoh, Kota Tangerang, Banten. Berdasarkan laporan polisi, kejadian berawal saat sekelompok orang tidak dikenal menumpang mobil nopol B-235-SID memaksa masuk penjagaan pintu gerbang Klaster Australia Green Lake City Tangerang.
Salah satu penumpang mobil itu membuka palang gerbang dan menodong pistol kepada petugas keamanan perumahan klaster itu tersebut. Bersamaan itu, tiga mobil bernopol B-2394-AE, B-114-AE, dan B-8300-PG yang diduga satu kelompok merangsek ke dalam perumahan tersebut.
Mendapatkan perlakuan aksi kekerasan membuat petugas keamanan komplek terperanjat sehingga meminta bantuan personel lain untuk meningkatkan keamanan. Salah satu petugas Aji Nugroho ditabrak mobil yang dikemudikan pelaku. Bahkan beberapa pengemudi ojek daring menjadi sasaran tembak sekelompok orang tidak dikenal itu.
Diketahui para gerombolan itu menyasar salah satu penghuni rumah bernama Nus Kei hingga melakukan perusakan rumah dan dua unit kendaraan roda empat. Informasi yang didapat polisi dari keterangan Nus Kei, pemuda yang bertindak anarkis itu diduga merupakan anggota kelompok pimpinan pemuda asal Ambon, John Kei.
Tidak hanya perusakan rumah dan kendaraan, pemuda yang ditenggarai kelompok sama itu melakukan tindakan kekerasan yang menyebabkan seorang pria bernama Yustus Corwing Rahakbau Kei (46) meninggal dunia. Kejadian itu terjadi di Pertigaan ABC Jalan Kresek Raya, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat sekitar pukul 13.00 WIB.
Kapolsek Cengkareng Kompol Khoiri menyebutkan lima pelaku diduga dari kelompok John Kei mengejar Yustus yang menumpang sepeda motor bersama satu rekannya. Para pelaku menangkap dan menganiaya Yustus menggunakan senjata tajam dan menabrak korban hingga meninggal dunia saat dievakuasi ke rumah sakit terdekat.
Khoiri menduga dua peristiwa kekerasan di Kota Tangerang dan Jakarta Barat saling terkait dan dilakukan oleh kelompok yang sama.
Bergerak cepat
Usai dua kejadian itu, tim gabungan Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Barat, dan Polres Metro Tangerang Kota bergerak cepat memeriksa para saksi yang mengarah para pelaku merupakan kelompok John Kei.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Polisi Tubagus Ade Hidayat menyatakan petugas menggerebek empat lokasi yang diduga tempat kumpul para pelaku di Perumahan Titian Indah, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Awalnya, Ade mengungkapkan polisi mengamankan 24 orang dan John Kei sebagai pimpinan kelompok itu untuk dimintai keterangan seputar dua tindak pidana kekerasan di Kota Tangerang dan Jakarta Barat "Namun pelaku dan korban saling mengenal," ungkap Ade.
Tim gabungan Polda Metro Jaya membawa John Kei dan 24 orang lainnya ke Polda Metro Jaya guna pemeriksaan lebih lanjut. Namun polisi mengembangkan dan menangkap lima orang lainnya jadi total 30 orang.
Selain itu, polisi juga menyita barang bukti berupa 28 bilah tombak, 24 bilah senjata tajam, dua buah ketapel panah, tiga buah anak panah, dua buah stik bisbol, 17 telepon seluler, beberapa kendaraan, dan satu unit dekoder.
Saat menghampiri kediaman John Kei, Ade mengungkapkan para pelaku sempat mengadang dan menghalangi petugas yang akan menyelidiki kasus kekerasan itu. Akibatnya, petugas melepaskan tembakan ke udara sebagai peringatan kepada kelompok John Kei yang hendak mengadang anggota Polri. "Kebetulan tadi ada sedikit menghalang-halangi penangkapan tapi tidak ada korban," ujar Ade.
Saat ini, penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan 30 tersangka termasuk John Kei terkait perusakan dan pengeroyokan, serta pembunuhan itu. Adapun motif pengeroyokan yang menyebabkan tewasnya Yustus yang merupakan anak buah Nus Kei karena masalah pribadi Nus Kei dengan John Kei.
Dari hasil pemeriksaan telepon seluler milik para pelaku yang diamankan diketahui terdapat perintah dari John Kei kepada para anak buahnya untuk melakukan pembunuhan.
Berdasarkan pemeriksaan kepada telepon genggam para pelaku juga diketahui setiap tersangka punya peran masing-masing, seperti eksekutor hingga mengamankan lokasi kejadian.
Pasal yang dikenakan kepada John Kei dan anak buahnya, yakni Pasal 88 terkait pemufakatan jahat, Pasal 340 tentang pembunuhan berencana, Pasal 351 tentang penganiayaan, Pasal 170 dan UU darurat No 12 Tahun 51.
Status Bebas Bersyarat
Di balik aksi kekerasan itu, sosok John Kei menjadi sorotan publik lantaran statusnya sebagai narapidana yang menjalani bebas bersyarat dari Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pria bernama lengkap John Refra alias John Kei bin Pauliinus Refra itu telah bebas menjalani pembebasan bersyarat pada 26 Desember 2019 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor Pas-1502.PK.01.04.06 Tahun 2019/tertanggal 23 Desember 2019.
John Kei menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 723K/PID/2013 yang memvonis 16 tahun penjara karena terlibat pembunuhan pengusaha Tan Hari Tantono alias Ayung pada 2013.
Selama menjalani masa pidana, John Kei mendapat total remisi 36 bulan 30 hari dan bisa bebas pada 31 Maret 2025. Namun, John Kei mendapatkan pembebasan bersyarat mulai 26 Desember 2019 dengan masa percobaan berakhir 31 Maret 2026.
John Kei telah memenuhi syarat mendapatkan bebas bersyarat sebagaimana diatur Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sementara, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018, pembebasan bersyarat diberikan kepada narapidana yang telah memenuhi syarat
Syarat narapidana mendapatkan bebas bersyarat, antara lain telah menjalani masa pidana paling sedikit 2/3 masa pidana, dengan ketentuan paling sedikit sembilan bulan, berkelakuan baik sembilan bulan terakhir terhitung dari 2/3 masa pidana, dan telah mengikuti program pembinaan dengan baik.
John Kei juga telah mengabdikan diri menjadi pendeta usai menyatakan tobat saat menjalani penahanan di Lapas Nusakambangan. Namun saat ini, nama pria berjuluk "The Godfather of Jakarta" itu kembali mencuat dan berulah setelah dikaitkan dengan dua peristiwa kekerasan di Kota Tangerang dan Jakarta Barat.