Senin 22 Jun 2020 17:49 WIB

Konfederasi Pedagang India Minta Negara Boikot Produk China

Konfederasi pedagang India juga setuju batalkan kontrak dagang dengan China.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nora Azizah
Konfederasi pedagang India juga setuju batalkan kontrak dagang dengan China (Foto: ilustrasi bentrok China dan India)
Foto: EPA-EFE/JAGADEESH NV
Konfederasi pedagang India juga setuju batalkan kontrak dagang dengan China (Foto: ilustrasi bentrok China dan India)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Konfederasi Pedagang India (CAIT) yang mewakili 70 juta pengusaha telah meminta pemerintah federal dan negara bagian untuk mendukung boikot barang-barang China. Mereka juga meminta pemerintah membatalkan kontrak dagang yang diberikan kepada perusahaan China.

"Seluruh negara dipenuhi dengan kemarahan dan intensitas yang ekstrem untuk memberikan tanggapan yang kuat untuk Cina, tidak hanya secara militer tetapi juga secara ekonomi," ujar Sekretaris Jenderal Nasional CAIT, Praveen Khandelwal dalam sebuah surat kepada kepala menteri dari beberapa negara bagian India, melansir reuters, Senin (22/6).

Baca Juga

Cina adalah mitra dagang terbesar kedua India, dengan perdagangan bilateral senilai 87 miliar dolar AS pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2019. CAIT juga meminta Kementerian Perdagangan federal untuk mengubah peraturan dan mewajibkan platform e-commerce untuk menandai negara asal semua produk.

"Sebagian besar portal e-commerce menjual barang-barang Cina yang tidak diketahui konsumen," kata CAIT dalam sebuah pernyataan.

Pemimpin redaksi surat kabar Global Times memperingatkan kepada nasionalis India agar tetap tenang dalam menanggapi bentrokan yang terjadi antara Cina dan India di perbatasan. "PDB Cina 5 kali lipat dari India, dengan belanja militer adalah 3 kali lipat,” ujar editor Global Times, Hu Xijin dalam cicitannya di Twitter.

Sejak berkuasa pada 2014, Perdana Menteri India Narendra Modi berupaya untuk meningkatkan hubungan perdagangan dengan Cina. Konfrontasi militer kedua negara di Lembah Galwan membuat Modi harus menilai kembali kebijakannya dengan Cina. Hal ini kemungkinan akan menimbulkan pertanyaan kebijakan luar negeri yang paling sulit dihadapi.

Sebanyak 20 tentara India terbunuh dalam pertempuran dengan Cina di sepanjang perbatasan di daerah Ladakh yang disengketakan pada 15 Juni. Pemerintah Cina hingga kini belum merilis jumlah korban jiwa di pihak mereka.

Dalam laporan European Foundation for South Asia, Cina enggan mengumumkan jumlah korban untuk menunjukkan bahwa wilayah mereka rentan untuk diserang. Selain itu, tanggapan pemerintah Cina atas bentrokan yang terjadi di Lembah Galwan sangat rendah, tidak seperti tanggapan ketika terjadi insiden di Selat Taiwan.

Bentrokan antara pasukan India dan Cina terjadi di tengah proses de-eskalasai di Lembah Galwan, Ladakh. Insiden ini merupakan eskalasi serius antara di India dan China di wilayah perbatasan kedua negara yang diperselisihkan di barat Himalaya. Bentrok mematikan ini merupakan puncak dari ketegangan dalam beberapa pekan terakhir.

Cina mengklaim wilayah di timur laut India. Sementara New Delhi menuduh Beijing menduduki wilayahnya di dataran tinggi Aksai Chin di Himalaya, yang termasuk bagian dari wilayah Ladakh.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement