REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Selain harga garam yang rendah, garam milik petambak di Jawa Barat juga tidak terserap akibat kualitas. Kualitas garam yang cukup rendah tak memenuhi kriteria konsumen.
Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jawa Barat, M Taufik mengatakan, konsumen tidak mau membeli garam petambak karena garam yang dihasilkan petambak tidak memenuhi spesifikasi yang konsumen inginkan. Ia mengakui, untuk memperbaiki kualitas garam petambak, pemerintah sebenarnya telah memberikan bantuan geomembran beberapa tahun lalu.
Dengan menggunakan geomembran, garam yang dihasilkan bisa putih, bersih, dan berkualitas tinggi. Namun sayang, pemberian bantuan tersebut tidak disertai dengan sosialisasi kepada petambak mengenai manfaat maupun bimbingan teknis penggunaanya.
"Akibatnya, petambak jadi tidak paham manfaat dan cara menggunakannya," kata Taufik saat dihubungi Republika, Senin (22/6).
Akhirnya, tak sedikit petambak yang kemudian menjual geomembran atau menggunakan tak semestinya, seperti untuk menutup gudang garam dan lainnya. Dampaknya, kualitas garam yang mereka produksi tak mengalami peningkatan.
Ia menyebutkan, luas lahan tambak garam di Jawa Barat ada sekitar 5.500 hektare. Luas tambak garam itu sebagian besar tersebar di Cirebon dan Indramayu.
"Dari luas lahan itu, petambak yang sudah mulai kembali menggarap lahannya paling hanya satu atau dua. Itupun baru di Losarang (Indramayu), di Cirebon belum ada," kata Taufik.
Taufik mengatakan, masih minimnya tambak garam yang kembali digarap karena petambak dan para pekerjanya beberapa waktu terakhir disibukkan dengan panen padi. Selain itu, animo petambak untuk menggarap tambak garam mereka juga disebutnya menurun drastis.