REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Kartu Prakerja telah dimulai pada 11 April dengan membuka pendaftaran gelombang pertama, lalu dilanjut gelombang kedua dan ketiga. Hanya saja, kini gelombang 4 belum dibuka.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kemenko Perekonomian sekaligus Ketua Tim Pelaksana Komite Cipta Kerja M Rudy Salahuddin menyatakan, sampai sekarang gelombang 4 tidak dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pada 20 Maret lalu kita sudah launching program sekaligus penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) antra platform dengan PMO (Project Management Officer) Kartu Prakerja. Ini landasan kita jalankan program yang selanjutnya kita buka gelombang pertama pada 11 April," jelas Rudy dalam konferensi pers virtual pada Senin, (22/6).
Ia melanjutkan, sebelum program diluncurkan, pada 7 April lalu digelar rapat terbatas (ratas) mengenai efektivitas program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam rapat itu, presiden menambahkan anggaran sebesar Rp 10 triliun untuk Kartu Prakerja.
"Lalu refocusing Kartu Prakerja sebagai penyalur JPS atau Bansos. Maka dalam empat hari, kita coba re-design yang mungkin bisa kita lakukan dalam waktu sangat mepet mengenai apa-apa yang disampaikan Presiden pada 7 April," jelas dia.
Setelah Kartu Prakerja diluncurkan, sambungnya, ada polemik di masyarakat terkait kepesertaan, karena program itu banyak dinikmati oleh orang yang bukan korban PHK atau dirumahkan. Kemitraan dengan platform digital pun menjadi polemik karena dinilai tidak transparan.
Polemik berikutnya terkait jenis pelatihan pada Kartu Prakerja yang mirip pelatihan gratis di internet. Pelaksanaan pelatihan yang melalui daring atau online juga menjadi polemik.
Maka pada 30 April, kata dia, Menteri Koordinato Perekonomian menyampaikan surat ke KPK untuk audiensi sekaligus meminta masukan lembaga tersebut. Pada 6 Mei audiensi berlangsung.
Kemudian, pada 2 Juni 2020, KPK menyurati Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto terkait adanya risiko tidak efisiensi dan kerugian negara dalam pelaksanaan Kartu Prakerja. KPK lalu merekomendasikan adanya evaluasi dari pelaksanaan program sebelumnya.
Rudy mengatakan, Kemenko Perekonomian telah menindaklanjuti kajian KPK dengan segera mengadakan rapat teknis membahas hal tersebut bersama kementerian dan otoritas terkait lainnya. Hasilnya, yakni dibentuknya tim teknis yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara untuk memperbaiki tata kelola program Kartu Prakerja.
Tim teknis ini juga bertanggung jawab melihat tata kelola agar sesuai prosedur hukum yang berlaku. Termasuk Peraturan Presiden (Perpres) dan peraturan hukum turunannya.
Rudy menambahkan, pihaknya juga tengah memperbaiki Perpres yang selama ini menjadi rujukan dalam pelaksanaan program Kartu Prakerja. Sebab Perpres ini disusun sebelum adanya pandemi Covid-19 di Tanah Air.