REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama Komisi XI DPR sepakat memasukkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebagai bagian dari indikator pembangunan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Nilai yang ditetapkan untuk kedua indikator sama, yakni dalam range 102 hingga 104.
Semula, beberapa anggota Komisi XI DPR meminta untuk memasukkan NTP dan NTN dalam target pembangunan. Tapi, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, keduanya tidak dapat ditetapkan sebagai target mengingat NTP dan NTN hanya ukuran untuk mengukur peningkatan kesejahteraan petani atau nelayan.
Selain itu, praktik mencapai target NTP dan NTN tidak akan mudah mengingat dampaknya ke kebijakan lain. "Tidak semudah itu untuk memasukkan angka tersebut ke satu tahun berjalan," tutur Suharso dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Komisi XI DPR, Senin (22/6).
Suharso menambahkan, NTP dan NTN dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebagai indikator pembangunan. Sementara NTP ditetapkan 102, NTN menggunakan baseline 103.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, memasukkan NTP sebagai salah satu indikator pembangunan akan menimbulkan banyak dimensi. Kebijakan mengenai sektor pertanian seperti subsidi pupuk pun terpengaruh yang pasti memberikan dampak pada struktur APBN dari postur belanja.
Di sisi lain, kenaikan indikator NTP secara tahunan berpotensi meningkatkan inflasi karena harus menaikkan harga beras. Dampaknya, pemerintah sulit mencapai target inflasi dua sampai empat persen pada 2021.
Tidak kalah penting, Sri menekankan, kenaikan NTP secara tahunan mengakibatkan masyarakat Indonesia yang masih didominasi kelompok miskin sulit mengakses beras. "Ada tik tok yang harus diperhatikan. Kalau bicara pangan, dimensinya paling pelik," ujarnya.
Sri menganjurkan NTP dan NTN ditetapkan dalam bentuk range seperti RPJMN, yakni 102 sampai 104. Range ini harus dijaga selama lima tahun. Artinya, kesejahteraan petani tidak boleh turun, namun juga tidak dibiarkan untuk menggerus konsumen yang masih dalam situasi tidak sejahtera.
"Kalau drop seperti sekarang di bawah 100, pemerintah harus cari cara untuk recover," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP Dolfie OFE mengatakan, NTP dan NTN perlu masuk dalam indikator pembangunan RAPBN 2021 agar adanya intervensi negara yang lebih terhadap nelayan dan petani. Dua profesi ini disebutnya kini mengalami tekanan besar. Misalnya saja petani yang hanya mendapatkan 98 persen dari harga yang dikeluarkan.
Dolfie cemas, apabila dibiarkan, tidak ada generasi muda yang ingin menjadi nelayan dan petani. Padahal, keduanya memiliki peranan penting untuk ketahanan pangan Indonesia.
Oleh karena itu, Dolfie menekankan, NTN dan NTP menjadi indikator yang urgent untuk dimasukkan dalam struktur indikator pembangunan. "Ujung-ujungnya bicara ketahanan pangan. Kita harap, impor juga makin berkurang," ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XI Fraksi Golkar Misbakhun menekankan persiapan kebijakan pemerintah setelah NTP dan NTN masuk ke kerangka dasar penentuan RAPBN 2021. Sebab, desainnya tidak bersifat jangka pendek, melainkan menengah dan panjang, sehingga membutuhkan reformasi kebijakan di bidang pangan.
Misbakhun juga mengingatkan agar pemerintah melakukannya dengan hati-hati dan tidak eksklusif. "Tujuan pembangunan kita untuk kemakmuran seluruh lapisan masyarakat, bukan petani atau nelayan semata," katanya.