REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Kepolisian Selandia Baru menyita aset senilai 140 juta dolar NZ atau 90,68 juta dolar AS. Uang tersebut terkait dengan tersangka pencucian uang mata uang digital, Alexander Vinnik.
Kepolisian Selandia Baru mengatakan aset ini menjadi dana terbesar yang pernah mereka sita sepanjang sejarah. Komisioner Kepolisian Selandia Baru Andrew Coster mengatakan, besarnya aset yang disita mencerminkan jumlah orang yang telah menjadi korban di seluruh dunia.
"Namun penyitaan ini menunjukkan Selandia Baru tidak dan tidak akan pernah menjadi tempat aman bagi uang yang dihasilkan dari kejahatan di bagian dunia yang lain," kata Coster, Selasa (23/6).
Polisi mengatakan aset tersebut disita karena disimpan di perusahaan milik Vinnik di Selandia Baru. Vinnik orang Rusia yang diduga otak dari pencucian uang bitcoin dan juga diincar oleh Prancis dan Amerika Serikat.
Pihak berwenang di AS menuduh Vinnik mengelola BTC-E, perusahaan jual beli mata uang digital yang menjadikan bitcoin sebagai alat transaksinya. Menurut AS sejak 2011 perusahaan itu digunakan untuk memfasilitasi berbagai tindak kejahatan mulai dari peretasan komputer hingga penyelundupan narkoba.
Vinnik membantah dakwaan kepolisian Selandia Baru. Ia mengatakan di BTC-e ia hanya seorang konsultan bukan operator. Pada 2017 ia ditangkap di Yunani atas tuduhan pencucian uang.
Sejak saat itu Vinnik diekstradisi ke Prancis tempat hingga kini ia ditahan. Rusia juga menginginkannya dengan dakwaan yang sama.