Selasa 23 Jun 2020 12:28 WIB

PBB Kirim Tim Pencari Fakta ke Libya

Pembentukan tim pencari fakta tak terlepas dari penemuan kuburan massal di Tarhuna.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Milisi Khalifa Haftar serang Tripoli Libya
Foto: Anadolu Agency
Milisi Khalifa Haftar serang Tripoli Libya

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Dewan HAM PBB mengadopsi resolusi tanpa pemungutan suara pada Senin (22/6). Resolusi itu meminta Komisaris Tinggi HAM PBB mengirim tim pencari fakta ke Libya.

Dewan HAM PBB meminta misi menetapkan fakta dan keadaan terkait situasi HAM di Libya. "(Misi harus) mengumpulkan fakta dan meninjau informasi yang relevan untuk mendokumentasikan dugaan pelanggaran hukum HAM internasional dan hukum humaniter internasional," kata resolusi yang diadopsi Dewan HAM PBB, dikutip laman Anadolu Agency.

Baca Juga

Informasi tersebut akan dihimpun untuk menyimpan bukti guna memastikan bahwa para pelaku pelanggaran hukum HAM dan humaniter internasional bertanggung jawab. Seruan agar PBB mengutus tim pencari fakta mulai menggema setelah ditemukannya delapan kuburan massal di Libya, tepatnya di kota Tarhuna.

Kota itu sempat dikuasai pasukan Libyan National Army (LNA) yang dipimpin Jenderal Khalifa Haftar. Menurut Misi Dukungan PBB di Libya (UNSMIL), kuburan massal itu mengerikan. Lebih dari 150 mayat, termasuk wanita dan anak-anak, ditemukan di salah satu kuburan.

Saat ini pasukan Government of National Accord (GNA), yakni pemerintahan Libya yang diakui PBB, sedang berupaya merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai LNA. Sudah lebih dari setahun LNA melancarkan serangan ke basis GNA di Tripoli. Namun kali ini LNA tengah terdesak.

GNA berhasil memukul mundur pasukan LNA dan merebut kembali lokasi-lokasi strategis, termasuk Tarhuna. Kota itu merupakan benteng terakhir Haftar di Libya barat. GNA terus mendesak LNA hingga ke kota pesisir Sirte.

Libya telah dilanda krisis sejak 2011, yakni ketika pemberontakan yang didukung NATO melengserkan mantan presiden Muammar Qadafi. Dia telah memimpin negara tersebut lebih dari empat dekade. Qadafi tewas setelah digulingkan.

Sejak saat itu, kekuasaan politik Libya terpecah dua. Basis pertama memusatkan diri di Libya timur dengan pemimpinnya Khalifa Haftar. Sementara basis yang didukung PBB berada di Tripoli.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement