Selasa 23 Jun 2020 12:57 WIB

Malaysia Hentikan Penggunaan Klorokuin untuk Pasien Covid-19

Klorokuin diketahui tidak memberikan efek efektif untuk obati pasien Covid-19.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nur Aini
Seorang karyawan salon kecantikan bersiap untuk membuka kembali salonnya di sebuah pusat perbelanjaan di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (10/6). Setelah hampir tiga bulan masa lockdown, pemerintah Malaysia tmembuka kembali hampir semua kegiatan ekonomi dan sosial dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan aturan jarak fisik
Foto: AP/Vincent Thian
Seorang karyawan salon kecantikan bersiap untuk membuka kembali salonnya di sebuah pusat perbelanjaan di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (10/6). Setelah hampir tiga bulan masa lockdown, pemerintah Malaysia tmembuka kembali hampir semua kegiatan ekonomi dan sosial dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan aturan jarak fisik

REPUBLIKA.CO.ID, PUTRAJAYA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Malaysia menghentikan penggunaan klorokuin sebagai bagian dari perawatan pasien Covid-19. Obat antimalaria itu diketahui tak efektif untuk mengobati pasien Covid-19.

Dirjen Kesehatan Kemenkes Malaysia Datuk Dr Noor Hisham Abdullah menyebut, klorokuin sempat dipakai di tahap awal perawatan pasien Covid-19. Padahal, obat itu belum terbukti secara ilmiah mampu mengobati Covid-19.

Baca Juga

"Kami tetap memakainya sebelumnya karena mengandung antiinflamasi. Dalam tahap awal, kami pikir punya efek anti-inflamasi," kata Hisham Abdullah dilansir dari Bernama pada Selasa (23/6).

Namun, Hisham Abdullah dan anak buahnya terus mengumpulkan data terkait penggunaan klorokuin. Hasilnya, lebih dari 500 kasus pasien Covid-19 terbukti tak punya hasil positif setelah menggunakan klorokuin.

"Dari statistik ternyata tak menunjukkan efektivitas. Jika demikian maka kami berhenti memakainya," ujar Hisham Abdullah.

Hisham Abdullah justru menemukan, 30 persen pasien yang dirawat dengan klorokuin mengalami efek samping di bagian jantung dan mata. Di sisi lain, Kemenkes Malaysia akan terus melanjutkan perawatan sambil meneliti respon antibodi pasien terhadap Covid-19. Ada laporan menyebut antibodi hanya bertahan 3-4 bulan.

"Kami perlu memantau pasien untuk melihat jika mereka masih punya antibodi atau tidak dalam kurun waktu itu. Jika ditemukan sesuatu maka bisa segera ditanggulangi," ucap Hisham Abdullah. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement