REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mantan penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS) John Bolton mengatakan, Presiden Donald Trump siap mendukung Israel melawan Iran. Hal itu tertulis dalam kutipan dari buku terbaru Bolton, The Room Where It Happened.
Menurut buku yang dijadwalkan dirilis pada Selasa (23/6) ini, pada 2017 lalu, setahun sebelum AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan on Action (JCPOA), Bolton mengatakan kepada Trump bahwa Gedung Putih harus menggunakan kekuatan melawan Republik Islam Iran.
Disepakati pada 2015 di bawah pemerintahan Obama, JCPOA memantau Iran untuk mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional yang telah melumpuhkan ekonomi negeri itu. Pada 8 Mei 2018, Trump menarik AS dari kesepakatan. Kurang dari dua pekan kemudian menandatangani memorandum presiden yang mengakhiri semua komitmen AS. untuk kesepakatan itu.
"Di Iran, saya mendesak (Trump) agar dia terus maju untuk menarik diri dari perjanjian nuklir dan menjelaskan mengapa penggunaan kekuatan terhadap program nuklir Iran mungkin merupakan satu-satunya solusi yang bertahan lama," tulis Bolton dalam buku itu seperti dilansir laman Middle East Eye, Selasa (23/6).
Meskipun Bolton tidak menyebut Israel menggunakan kekuatan militer, Trump menjawab dengan mengatakan, ia akan mendukung Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam melakukannya. "Anda bilang ke Bibi (Netanyahu) bahwa jika dia menggunakan kekerasan, saya akan mendukungnya. Saya memberi tahu dia, tetapi Anda mengatakannya lagi,' kata Trump, tidak terpancing oleh saya," tulis Bolton.
Bolton dipecat Donald Trump September lalu. Pandangan garis kerasnya tentang Iran telah menarik perhatian media yang signifikan di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Teheran.
Bolton juga mencatat dalam memoarnya bahwa dalam pertemuan Oktober 2018 di Kremlin, Presiden Rusia Vladimir Putin meragukan kemampuan Israel untuk menyerang Iran.
"Israel, katanya, tidak dapat melakukan aksi militer terhadap Iran sendirian karena tidak memiliki sumber daya atau kemampuan, terutama jika orang-orang Arab bersatu di belakang Iran, yang tidak masuk akal," tulis Bolton.
Putin juga mempertanyakan apakah penarikan AS dari perjanjian nuklir Iran itu produktif atau tidak. Namun, Bolton mengatakan kepadanya: "Iran tidak mematuhi perjanjian itu, mencatat hubungan antara Iran dan Korea Utara pada reaktor di Suriah yang dihancurkan Israel pada 2007 dan mengatakan bahwa kami dengan hati-hati mengawasi bukti-bukti kedua proliferator itu bekerja sama bahkan sekarang," tulisnya.
"Dalam peristiwa apa pun, penerapan kembali sanksi terhadap Iran telah memakan banyak korban, baik di dalam negeri maupun dalam hal masalah internasional mereka," tulis Bolton dalam buku itu.