REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China pada Selasa (23/6), berhasil menempatkan satelit terakhir di orbit untuk jaringan navigasi Beidou, saingan jaringan GPS milik Amerika Serikat. Misi China itu tadinya direncanakan dijalankan pada 16 Juni, namun dibatalkan pada saat-saat terakhir karena masalah teknis.
Melansir reuters, masalah teknis ditemukan selama uji coba sebelum peluncuran roket pembawa muatan tersebut, Long March-3B. Satelit Beidou-3 merupakan satelit ke-35 dan terakhir pada sistem navigasi China.
Proyek yang diperkirakan bernilai 10 miliar dolar AS (sekitar Rp142,3 triliun) itu ditujukan sebagai pesaing Beijing terhadap Global Positioning System (GPS) milik AS.
Sebelumnya, China meluncurkan satelit yang baru dikembangkan ke orbit untuk memantau lingkungan maritim. Hal itu dilansir media lokal Global Times, Kamis (11/6). Satelit tersebut diberi nama kode HY-1D dan dikembangkan oleh perusahaan milik Perusahaan Teknologi dan Ilmu Ruang Angkasa China (CASC).
"Jaringan ini terutama akan digunakan untuk memperoleh data lingkungan laut yang dinamis, seperti suhu permukaan laut, dan memantau perubahan lingkungan di perairan pesisir China dan zona pesisir di wilayah global utama serta informasi kapal laut," tulis harian itu.
HY-1D, yang diluncurkan oleh roket pembawa Long March-2C dari Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan di Provinsi Shanxi, China Utara, juga akan membantu perlindungan hak maritim, penegakan hukum serta penelitian ilmiah. Misi peluncuran itu menandai penerbangan ke-334 dari jenis roket Long March.