REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara terkait keberadaan rancangan undang-undang haluan ideologi Pancasila (RUU HIP). Menurut SBY, pemikiran, perancangan, dan pembicaraan terkait ideologi dan dasar negara Pancasila harus dilakukan dengan hati-hati.
"Apalagi, jika menyentuh pula kerangka dan sistem kehidupan bernegara. Kalau keliru, dampaknya sangat besar," kata SBY di Jakarta, Selasa (23/6), seperti dikutip dari akun Twitter-nya.
Dia mengatakan, memosisikan ideologi harus tepat dan benar. Dia mengingatkan, proses pembangunan bangsa dan pembuatan konsensus telah dilakukan Indonesia sejak tahun 1945 silam. Menurut dia, hal tersebut juga tidak mudah untuk dilakukan.
Dia mengingatkan agar jangan sampai ada perpecahan ideologi atau ideological clash dan perpecahan bangsa akibat hal tersebut. Dia mengatakan, perpecahan hanya akan merugikan masyarakat serta ideologi Pancasila itu sendiri.
Secara pribadi, dia mengaku terus mengikuti hiruk pikuk sosial dan politik seputar RUU HIP. Dia juga mengaku telah membaca dan mengkaji RUU tersebut. Kendati demikian, dia enggan mengemukakan pendapatnya lebih jauh terkait hal itu.
"Tentu ada pendapat dan tanggapan saya. Namun, lebih baik saya simpan agar politik tak semakin panas," katanya.
RUU HIP yang telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR pada 12 Mei lalu saat ini tengah ditunda pembahasannya atas permintaan pemerintah. Dalam draf, RUU HIP disebut sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Hal itu dinilai perlu untuk menerapkan kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan, dan keamanan. Adapun yang dipermasalahkan terdapat di dalam pasal 7.
Ayat (2) pasal itu menjelaskan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila. Ketiganya adalah "sosio-nasionalisme", "sosio-demokrasi", serta "ketuhanan yang berkebudayaan". Kemudian, pasal 7 ayat (3) menyatakan bahwa trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.