REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan lembaganya memberikan kepastian hukum untuk penanganan kasus-kasus lama yang menjadi perhatian publik. Hal tersebut sebagai respons atas pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD agar penegak hukum jangan terlalu banyak menggantung kasus dan diombang-ambingkan oleh opini.
Alex mencontohkan dua kasus lama, yakni kasus korupsi BLBI dan kasus tindak pidana korupsi pengadaan "Quay Container Crane" (QCC) di PT Pelindo II. Kasus BLBI, yakni terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dia mengatakan KPK telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan terdakwa bekas Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) tidak melakukan tindak pidana sehingga harus dikeluarkan dari tahahan alias bebas. "BLBI itu kan SAT sekarang sedang PK KPK, ya kita tunggu saja putusan MA," ucap Alex di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/6).
Untuk kasus BLBI tersebut, KPK juga telah menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim yang juga telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak September 2019.
Kemudian, kasus tindak pidana korupsi pengadaan "Quay Container Crane" (QCC) di PT Pelindo II yang menjerat mantan Dirut PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJL). "RJ Lino kembali lagi sudah memasuki periode ketiga pimpinan ya, kita akan segera memberi kepastian kepada yang bersangkutan," kata Alex.
Ia mengungkapkan KPK masih menunggu audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam pengadaan QCC tersebut. "Yang bersangkutan kan disangkakan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3. Kalau Pasal 2 dan Pasal 3 itu kan ada unsur kerugian negara, nah itu sangat tergantung hasil audit BPK. Sejauh ini hasil auditnya belum kita terima," tuturnya.
Sebelumnya, Mahfud MD mengungkapkan kesimpulan pertemuannya dengan Ketua KPK Firli Bahuri, Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Idham Aziz, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait proses penegakan hukum yang tidak boleh diombang-ambingkan opini. "Hukum tidak boleh diombang-ambingkan oleh opini masyarakat, itu saja (kesimpulan) pertemuan kemarin dan kesepakatannya semua akan lebih profesional bekerja," kata Mahfud menjelsakan pertemuan dia dengan para pemimpin lembaga penegak hukum itu, di Jakarta, Selasa.
Pada Senin (22/6) kemarin, di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud menggelar pertemuan dengan ketiga kepala lembaga penegak hukum itu. Pertemuan itu meneguhkan komitmen masing-masing lembaga penegak hukum sesuai fungsi masing-masing.
"Di KPK juga gitu, jangan terlalu banyak menggantung kasus dan diombang-ambingkan oleh opini, ada aturan-aturan hukum di mana KPK harus mengambil tindakan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum baik substansial maupun proseduralnya," kata dia.