Rabu 24 Jun 2020 00:50 WIB

Virus Corona Bisa Bertahan 20 Tahun di Suhu Minus 20 Derajat

Ahli epidemiologi China mengeklaim virus corona sangat tahan dingin.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Ahli epidemiologi China menyebut, virus corona bisa bertahan selama beberapa bulan dalam minus empat derajat Celsius dan 20 tahun dalam minus 20 derajat Celsius.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Ahli epidemiologi China menyebut, virus corona bisa bertahan selama beberapa bulan dalam minus empat derajat Celsius dan 20 tahun dalam minus 20 derajat Celsius.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Virus corona tipe baru (SARS-CoV-2) konon dapat bertahan selama 20 tahun dalam suhu minus 20 derajat Celsius. Klaim itu datang dari Prof Li Lanjuan, ahli epidemiologi terkemuka di China.

Li juga memperingatkan masyarakat untuk tidak menyentuh daging atau ikan mentah demi mencegah penyebaran virus penyebab Covid-19. Dalam sebuah pertemuan di Hangzhou, China timur, pakar tersebut mengatakan kepada China News bahwa virus corona tidak takut dingin.

Baca Juga

"Virus corona baru ini 'terutama tidak takut dingin'. Virus ini dapat bertahan selama beberapa bulan dalam minus empat derajat Celcius dan 20 tahun dalam minus 20 derajat Celcius," kata pakar itu dilansir Times Now News, Selasa (23/6).

Menurut Li, teori itu menjelaskan mengapa virus corona ditemukan beberapa kali di pasar boga bahari yang memiliki banyak makanan beku. Ia menduga, virus bisa saja kemudian ditransportasikan ke berbagai negara.

Li mendesak pemerintah China untuk memperkuat inspeksi produk makanan beku impor, seperti salmon, untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut. Pada hari Senin (22/6), Beijing melaporkan sembilan kasus baru Covid-19 untuk 21 Juni.

Menurut sebuah laporan di media China, otoritas kesehatan telah memperkenalkan seperangkat pedoman antivirus baru untuk publik dalam konferensi pers pada 20 Juni. Peraturan tersebut termasuk merekomendasikan pekerja di tempat-tempat berisiko tinggi, seperti pasar dan teater, untuk mengenakan penutup wajah untuk mencegah penyebaran virus.

Zhang Yong dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) China mengeklaim bahwa jenis virus yang menyebar di Beijing lebih tua dari virus yang saat ini beredar di Eropa. Zhang meningkatkan kemungkinan virus mengintai di makanan beku impor atau di pasar grosir itu sendiri, menghasilkan kesamaan dengan strain yang lebih tua. Namun, para ilmuwan memperingatkan agar tidak membuat kesimpulan awal pada klaster Beijing.

"Ada kemungkinan bahwa virus yang sekarang menyebabkan wabah di Beijing telah melakukan perjalanan dari Wuhan ke Eropa dan sekarang kembali ke China," kata Ben Cowling, pakar kesehatan masyarakat di Universitas Hong Kong.

Cowling menambahkan bahwa kasus pertama belum diidentifikasi dan mungkin sudah terlambat untuk mengetahui bagaimana wabah ini dimulai. Sementara itu, Wu Zunyou, kepala ahli epidemiologi di CDC China, sebelumnya mengatakan virus yang ditemukan di Beijing mirip dengan strain Eropa.

Laporan itu menambahkan bahwa sejak wabah dimulai, pasar grosir makanan dan toko ritel di Beijing telah meningkatkan pengujian pada produk, termasuk daging dan makanan laut. Awal pekan ini, media pemerintah melaporkan tentang deteksi virus dari talenan yang digunakan untuk menangani salmon impor di pasar.

Namun, para pejabat kesehatan mengatakan meskipun ada peringatan, mereka tidak memiliki bukti untuk memperkuat dugaan bahwa orang akan terinfeksi Covid-19 dari mengonsumsi makanan laut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement