REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG — Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un memimpin telekonferensi dengan anggota Komisi Militer Pusat pada Selasa (23/6). Dalam pertemuan itu diambil keputusan untuk menunda rencana aksi militer terhadap Korea Selatan (Korsel).
Kantor berita Korut, KCNA, dalam laporannya menyebut sebelum mengambil keputusan tersebut, Kim dan para anggota Komisi Militer Pusat mempertimbangkan situasi yang berlaku. Kendati demikian tak dijelaskan secara detail terkait hal tersebut.
Menurut KCNA, pada kesempatan itu Komisi Militer Pusat turut membahas dokumen yang menjabarkan langkah-langkah untuk lebih memperkuat pencegahan perang negara. Penundaaan aksi militer terhadap Korsel merupakan langkah pertama Korut untuk tak memperuncing situasi di Semenanjung Korea.
Selama dua pekan terakhir tindakan-tindakan Pyongyang telah memantik ketegangan. Sikap demikian diambil untuk merespons kejengkelannya terhadap kelompok-kelompok pembelot yang kerap mengirim selebaran propaganda anti-Korut dari Korsel.
Korut menilai hal itu melanggar kesepakatan antar-Korea yang bertujuan konfrontasi militer. Korsel, dalam pandangan Korut, gagal memenuhi perjanjian tersebut.
Merespons keadaan tersebut, pada 16 Juni lalu Korut meledakkan kantor penghubung antar-Korea di Kaesong. Korut kemudian menyatakan mengakhiri dialog dengan Korsel.
Korut juga memutuskan mengerahkan kembali pasukannya ke Gunung Kumgang dan Kaesong. Kedua tempat itu merupakan dua simbol utama rekonsiliasi antar-Korea. Selain mengerahkan pasukan, Korut pun akan mendirikan kembali pos-pos penjagaan di Zona Demiliterisasi.
Pada Senin (22/6) lalu, Korut mengatakan akan memproduksi dan menyebarkan 12 juta selebaran propaganda ke Korsel. "Waktu untuk hukuman pembalasan sudah dekat. Pada 22 Juni, berbagai peralatan dan sarana untuk mendistribusikan selebaran, termasuk lebih dari 3.000 balon dari berbagai jenis yang mampu menyebarkan selebaran jauh ke dalam Korsel, telah disiapkan," kata kantor berita Korut KCNA dalam laporannya.
Menurut KCNA, penyebaran selebaran itu adalah letusan kemarahan yang tak terpadamkan dari seluruh rakyat Korut. Dengan tindakan demikian, Pyongyang berharap Korsel dapat merasakan betapa menjengkelkannya menerima kiriman selebaran seperti yang kerap dilakukan aktivis anti-Korut dan pembelot di negaranya.