REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pengamat Pendidikan Islam, Jejen Musfah mengatakan, kebijakan kurikulum darurat yang ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag) bagi madrasah perlu didukung. Jejen mengatakan, desain pendidikan yang kondisional dan fasilitas pembelajaran yang berbasis virtual tidak akan menjadi masalah bagi guru maupun siswa.
“Ketercapaian kurikulum normal akan sangat beragam sesuai kondisi lapangan. Bisa 100, 75, atau 50 persen. Tidak masalah. Yang terpenting, guru tetap memberikan layanan pendidikan dan pembelajaran,” ujar Jejen saat dihubungi Republika, Selasa (23/6).
“Pandemi tidak boleh jadi penghalang siswa untuk tetap belajar,” tegasnya.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu menjelaskan, untuk memastikan kurikulum ini berjalan efektif, pengajar harus kreatif dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan meski tanpa tatap muka. “Tanpa dibebani ketercapaian kompetensi dasar hingga tuntas, guru harus kreatif di tengah keterbatasan dan kendala. Belajar harus tetap menyenangkan, melahirkan kreativitas, menguatkan nalar, dan kontekstual,” jelas Jejen.
“Misal, selain belajar materi tekstual dalam buku mata pelajaran, siswa dibekali buku kontrol harian terkait salat lima waktu, baca Quran, dan membantu orangtua (menyapu dan mencuci piring), termasuk apa yg mereka pahami tentang pandemi saat ini,” tambahnya.
Guru, kata Jejen juga harus menghindari tugas-tugas yang mengeluarkan biaya, mengharuskan siswa keluar rumah, atau memberatkan siswa dan orangtua. Jejen juga menyarankan agar guru tetap terus menjalankan kegiatan meski adanya keterbatasan jaringan internet, atau kendala lain selama pandemi.
“Apa pun kondisi siswa, guru, dan fasilitas belajar, guru harus tetap melaksanakan pembelajaran yang bermakna,” ujar Jejen.
“Kuncinya, komunikasi dan pelibatan orang tua dalam pembelajaran tatap muka atau jarak jauh,” sambungnya.
Menurutnya, seberat apapun kondisi dan tantangannya, kegiatan belajar mengajar harus terus berlangsung, demi tercapainya tujuan pendidikan, yaitu melahirkan generasi yang beriman, cerdas, dan berkarakter.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) telah mengeluarkan panduan kurikulum darurat pada madrasah. Kemenag menilai kurikulum darurat ini sebagai solusi terbaik di masa pandemi Covid-19 agar siswa-siswi madrasah tetap mendapatkan hak-haknya.
Direktur Kurikulum, Sarana Prasarana, Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah, Ahmad Umar menjelaskan, kurikulum darurat adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan pada masa darurat. Satuan pendidikan harus memperhatikan rambu-rambu ketentuan yang berlaku serta kondisi keterbatasan masing-masing satuan pendidikan di masa darurat.
"Masa darurat yang dimaksud bukan hanya pada masa darurat Covid-19, tetapi berlaku pula pada masa darurat karena terjadi bencana alam, huru-hara dan sebagainya," kata Umar kepada Republika, Kamis (18/6).
Ia menjelaskan, panduan kurikulum darurat adalah panduan mengenai mekanisme pembelajaran yang dapat dijadikan acuan oleh satuan pendidikan. Sehingga mereka dapat merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran selama masa darurat dengan mengacu padanya.
Dalam menyusun kurikulum darurat, madrasah dapat melakukan modifikasi dan inovasi pada struktur kurikulum, beban belajar, strategi pembelajaran, penilaian hasil belajar dan lain sebagainya. Pada masa darurat, seluruh siswa harus tetap mendapatkan layanan pendidikan dan pembelajaran dari madrasah. "Tapi kurikulum darurat hanya diterapkan pada masa darurat. Bila kondisi sudah normal, maka kegiatan pembelajaran harus kembali dilaksanakan secara normal seperti biasanya," ujarnya.