REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam saksi dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016 untuk tersangka bekas Sekretaris MA Nurhadi (NHD), Rabu (24/6).
"Penyidik hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap enam orang saksi untuk tersangka NHD terkait tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi perkara di Mahkamah Agung pada tahun 2011-2016," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi.
Enam saksi, yaitu dua pegawai negeri sipil masing-masing Elya Rifqiati dan Nurdiana Rahmawati, tiga wiraswasta masing-masing Syahruddin Hakim Nasution, Zainudin Nasution, dan Andri Ismail Putra Nasution serta Agus Hariyanto berprofesi sebagai nelayan.
KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus tersebut pada 16 Desember 2019. Selain Nurhadi, dua tersangka lainnya, yakni Rezky Herbiyono (RHE), swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto (HSO) yang masih menjadi buronan KPK.
Tiga tersangka tersebut telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020. Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di salah satu rumah di Simprug, Jakarta Selatan, Senin (1/6).
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp 33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp 46 miliar.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).