REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Otoritas Israel dan Palestina kembali memberlakukan sejumlah pembatasan akibat virus corona. Langkah itu diambil setelah jumlah kasus baru melonjak dan menimbulkan dikhawatirkan dapat memicu gelombang kedua infeksi.
Penerapan lockdown mulai kembali diberlakukan di sebuah kota di Israel tengah dan beberapa lingkungan di kota Tiberias pada Rabu (24/6). Sedangkan, Otoritas Palestina juga melakukan hal sama di kota Hebron di Tepi Barat.
Keputusan itu menimbulkan dampak ekonomi besar, tetapi cenderung berhasil, dengan lonjakan awal ratusan kasus harian turun menjadi satu digit. Israel telah melaporkan 308 kematian, jauh lebih sedikit daripada banyak negara maju, dan tiga orang telah meninggal karena virus di wilayah Palestina.
Sejak kasus corona turun, pembatasan secara bertahap berkurang dalam upaya untuk menghidupkan kembali bisnis yang telah ditutup. Namun, jumlah infeksi perlahan-lahan meningkat, Israel mendapatkan 428 kasus baru dan Palestina melaporkan 179 pada Selasa (23/6) dan menjadi jumlah tertinggi harian.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berharap lebih banyak komunitas akan ditambahkan ke daftar karantina dan mendesak warga Israel untuk mengikuti pedoman jarak sosial. Awal pekan ini, dia memberikan polisi wewenang untuk mendenda 500 shekel kepada orang-orang yang tidak mengenakan masker di depan umum.
Meskipun terjadi lonjakan dalam kasus, Israel akan sulit untuk memberlakukan karantina secara nasional akibat melonjaknya pengangguran. Rencana stimulus 100 miliar shekel telah mendorong defisit anggaran negara pada 2020 menjadi sekitar 11 persen dari produk domestik bruto.