Rabu 24 Jun 2020 18:35 WIB

67 Negara Bela Mahkamah Pidana Internasional Lawan Sanksi AS

AS menjatuhkan sanksi pada pejabat ICC karena menyelidiki kejahatan perang tentaranya

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
International Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional)
Foto: hrw.org
International Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional)

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sebanyak 67 negara merilis pernyataan bersama yang membela Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap ancaman Amerika Serikat (AS) untuk memberikan sanksi pada pegawai ICC. Padahal, ICC adalah satu-satunya pengadilan kejahatan perang di dunia.

Pernyataan tersebut mengatakan, sebagai negara anggota statuta Roma Pengadilan Kriminal Internasional, negara-negara tersebut mengkonfirmasi kembali dukungan yang teguh kepada ICC seagai lembaga peradilan yang independen dan tidak memihak.

Baca Juga

"Sejalan dengan siaran pers 11 Juni dari Presiden Majelis Negara-Negara Anggota (Statuta Roma), kami tegaskan kembali komitmen kami untuk menjunjung tinggi dan membela prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang diabadikan dalam Statuta Roma dan untuk menjaga integritasnya tanpa terpengaruh oleh tindakan atau ancaman apa pun terhadap pengadilan, para pejabatnya dan mereka yang bekerja sama dengannya," ujar pernyataan tersebut dikutip Sputnik, Rabu (24/6).

Pada 11 Juni, Presiden AS Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang mengesahkan sanksi terhadap pejabat ICC yang sedang menyelidiki potensi kejahatan perang yang dilakukan oleh tentara AS dan personel lain di Afghanistan. Jaksa ICC Fatou Bensouda ingin menyelidiki kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan pasukan AS antara 2003 hingga 2014. THal itu termasuk pembunuhan massal yang dilakukan Taliban serta penyiksaan tahanan yang dilakukan pemerintah Afghanistan.

Negara-negara tersebut juga menekankan fakta bahwa ICC adalah otoritas peradilan terakhir dan satu-satunya langkah ketika negara-negara tidak mau atau tidak mampu untuk sungguh-sungguh mengadili secara nasional. "Kami menyerukan semua megara untuk memastikan kerja sama penuh dengan pengadilan agar Mahkamah Agung melaksanakan mandat penting untuk menjamin keadilan bagi para korban kejahatan paling serius yang menjadi perhatian internasional", kata pernyataan itu.

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Andorra, Argentina, Australia, Austria, Bangladesh, Belgia, Belize, Bolivia, Brasil, Bulgaria, Burkina Faso, Kanada, Chili, Kolombia, Kosta Rika, Pantai Gading, Kroasia, Siprus, Republik Ceko, dan Republik Demokratik Kongo, Denmark, Republik Dominika, Ekuador, Estonia, Fiji, Finlandia, Prancis, Gambia, Jerman, Yunani, Guyana, Islandia, Irlandia, Italia, Latvia, Lesotho, Liechtenstein, Lithuania, Luksemburg, Madagaskar, Malta, Meksiko , Namibia, Belanda, Selandia Baru, Nigeria, Norwegia, Peru, Portugal, Rumania, Saint Vincent dan Grenadines, San Marino, Senegal, Sierra Leone, Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Negara Palestina, Swedia, Swiss, Trinidad dan Tobago, Tunisia, Uganda, Inggris, Uruguay, dan Venezuela.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement