Rabu 24 Jun 2020 19:42 WIB

Kemenlu Turki Menentang Sindiran Macron untuk Erdogan

Turki meminta Prancis hentikan sikap-sikap yang bisa picu ketidakstabilan di Libya.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Foto: AP/Ludovic Marin/AFP POOL
Presiden Prancis Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kementerian Luar Negeri Turki menilai, Prancis mengabaikan hak Ankara yang sah di Mediterania Timur, Selasa (23/6). Sikap Prancis ini akan menghambat perdamaian dan stabilitas, dengan meningkatkan ketegangan di kawasan itu.

"Prancis, yang tidak memiliki pantai di Mediterania Timur, harus memahami bahwa bertindak seperti negara pantai tidak memberikannya hak untuk memutuskan masalah-masalah regional," ujar Kementerian Luar Negeri Turki.

Baca Juga

Dalam pernyataan tertulis yang dikutip dari dailysabah, Kementerian Luar Negeri Turki mendesak Presiden Prancis, Emmanuel Macron,untuk mengakhiri langkah-langkah yang mempertaruhkan keamanan dan masa depan Libya, Suriah, dan Mediterania Timur. Ketimbang mengambil sikap tersebut, Prancis diminta menggunakan dialog yang sudah terbangun.

"Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut dukungan Turki bagi pemerintah yang sah di Libya 'permainan berbahaya' hanya dapat dijelaskan dengan alasan kegagalan dalam bertanggung jawab," kata Kementerian Luar Negeri Turki.

Prancis dinilai juga memiliki tanggung jawab yang signifikan membuat Libya ke dalam kekacauan. Keputusan diam Paris atas sikap Jenderal Khalifa Haftar dan langkah Mesir ikut campur tangan di Libya merupakan sesuatu yang harus disoroti.

Juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party), Omer Celik, mengkritik sikap presiden Prancis itu. Dia menyatakan, Prancis berada dalam posisi pendukung kebijakan yang mempromosikan ketidakstabilan di Libya dan Mediterania.

"Rakyat Libya akan memutuskan masa depan Libya, bukan Prancis. Politik Macron adalah dukungan para putschists yang mencoba mencuri kehendak yang sah dan masa depan rakyat Libya," kata Celik merujuk pada istilah kelompok yang percaya bahwa pemerintah harus dihilangkan dengan paksa atau kelompok kiri.

Celik mencontohkan pernyataan Macron yang menyindir Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Prancis yang terganggu dengan dukungan Turki untuk Libya, menurutnya, adalah bentuk kolonialisme baru.

Macron pada awal pekan ini menuduh Turki memainkan permainan berbahaya di Libya. Macron mengatakan, Prancis tidak akan menoleransi intervensi militer Turki di Libya.

"Saya sudah memiliki kesempatan untuk mengatakan dengan sangat jelas pada Presiden (Tayyip) Erdogan, saya menilai hari ini Turki memainkan permainan yang berbahaya di Libya dan menentang semua komitmen yang dibuat di konferensi Berlin," kata Macron di samping Presiden Tunisia Kais Saied, Selasa (23/6).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement