Kamis 25 Jun 2020 02:33 WIB

Modifikasi Cuaca Cegah Karhutla Dilanjutkan Hingga September

Teknologi Modifikasi Cuaca akan dilanjutkan di Kalimantan.

Petugas TMC memasukan garam ke tabung penampung garam atau consul dalam pelaksanaan Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Ilustrasi
Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Petugas TMC memasukan garam ke tabung penampung garam atau consul dalam pelaksanaan Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk membasahi hutan dan lahan gambut guna mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan yang dilakukan secara bergantian dilanjutkan hingga September 2020. Hal itu diungkapkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

"Akan kita lanjutkan di Kalimantan, rencananya di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Kita lihat kalau perlu sampai ke utara," kata Siti dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (25/6).

Musim panas 2020 diperkirakan terjadi pada Mei di 38 persen wilayah Indonesia dan pada Juni diperkirakan 27 persen wilayah lainnya mulai merasakan musim panas. "Berarti sisanya di Juli, Agustus dan September akan panas di kira-kira 12 persen wilayah Indonesia. Kita masih deg-degan di Juli, Agustus dan September," ujarnya.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), katanya, juga memprediksi bahwa 63 persen wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau yang mundur. "Oleh karena itu, kita akan lakukan TMC. Setelah dari Kalimantan nanti rencananya akan dilakukan akhir Juni sampai pertengahan Juli, lalu kita harus kembali lagi ke Sumatera, lalu balik lagi ke Kalimantan," ucapnya.

Kondisi gambut, menurut dia, akan dijaga terus sampai September. "Mohon dukungannya mudah-mudahan bisa ditambahkan anggaran untuk 2020. Kalau enggak, kita minta ke BNPB atau asosiasi, karena di daerah ini ada kawasan konsesi hutan dan kebun dan lain-lain," kata Siti.

Hingga 22 Juni, lanjutnya, terdapat 870 titik panas terdeteksi. Angka tersebut berkurang jika dibandingkan dengan periode sama 2019, dimana jumlah titik panas tercatat mencapai 1.427.

Siti menjelaskan perihal dua pola titik panas di Indonesia selama ini. Model pertama menunjukkan titik panas banyak terjadi di sekitar Aceh dan Riau pada akhir Februari hingga memasuki Maret dan April.

"Jadi ada fase kritis yang cukup gawat. Nanti berat lagi di Juli dan memuncak di Agustus dan September. Ini di seluruh Indonesia sama. Dengan mempelajari pola itu, KLHK bersama BPPT, BMKG dan TNI AU melakukan rekayasa hujan," ujar dia.

Dari TMC yang dilakukan pada 19 hingga 30 Mei 2020 menghasilkan 44 juta meter kubik (m3) air hujan. Ada efektivitas 36 persen, dengan curah hujan mencapai 157 milimeter (mm) dari prediksi 121 mm per hari di Riau.

Ia mengatakan di Sumatera Selatan TMC menambah volume air sampai 50 juta m3. Sedangkan curah hujan mencapai 126 mm per hari, sehingga efektivitasnya mencapai 23 hingga 29 persen.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement