REPUBLIKA.CO.ID,TULUNGAGUNG -- Sejumlah penghuni asrama karantina Covid-19 di Rusunawa IAIN Tulungagung mengeluhkan standard operasional procedure (SOP) penanganan pasien terkonfirmasi positif SARS-Cov-2 yang dinilai tidak transparan, sehingga proses evakuasi mereka ke asrama karantina dinilai melanggar HAM.
Segala permasalahan dan berbagai "uneg-uneg" itu diungkapkan sejumlah pasien OTG (orang tanpa gejala) maupun berstatus PDP (pasien dalam pengawasan) karena dinyatakan reaktif Covid-19, saat bertemu dan sambung rasa dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, dr. Kasil Rokhmad di halaman asrama karantina Covid-19 di Rusunawa IAIN Tulungagung, Rabu (24/6).
"Kami memang mempermasalahkan cara penanganan (Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19) yang cenderung tidak jelas, tidak pasti," kata Nurhadiansyah, salah satu penghuni asrama karantina Covid-19 di Rusunawa IAIN Tulungagung.
Nurhadiansyah dan sejumlah warga Desa Kesambi, Kecamatan Bandung menjadi "korban" ketidakpastian SOP penanganan pasien terkonfirmasi positif Covid-19.
Mereka mengaku dievakuasi tim GGPP Covid-19 melalui tim kesehatan tingkat kecamatan, tanpa mendapat surat pemberitahuan resmi tentang hasil tes usap yang sudah mereka jalani sebelumnya.
Para pasien Covid-19 berstatus OTG ini, berikut keluarganya di rumah kemudian merasa dikucilkan. Langkah proteksi dan tindakan mitigasi yang dilakukan tim GGPP Covid-19 tingkat desa dan kecamatan cenderung berlebihan.
Ia mengungkapkan lingkungan sekitar hunian warga yang terkonfirmasi positif ataupun reaktif Covid-19 diisolasi, beberapa akses jalan diblokir, warga yang tinggal serumah dengan pasien terkonfirmasi positif SARS-CoV-2 tidak boleh keluar.
Sementara dukungan pangan, logistik harian rumah tangga, justru diabaikan. "Beruntung di lingkungan kami ada dukungan dari komunitas ibu-ibu yang rutin memberikan bantuan kepada keluarga kami," tutur Imam, menambahi keterangan Nurhadiansyah.
Kekecewaan terbesar yang dirasakan Nurhadiansyah dan sejumlah penghuni asrama karantina di Rusunawa IAIN Tulungagung adalah cara penjemputan yang terkesan mendadak menggunakan mobil ambulans dan pakaian APD hazmat lengkap, sehingga menimbulkan kepanikan warga lain yang berujung pada tindakan berlebihan GGPP desa terhadap keluarga pasien Covid-19 berikut lingkungan sekitarnya.
"Terus terang kami trauma. Harusnya sebelum dijemput kami diberi tahu dulu, dan cara rekrutmennya (evakuasinya) jangan sevulgar itu. Masyarakat kita belum siap, GTPP-nya juga masih gagap," katanya.
Menanggapi berbagai keluhan itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung dr. Kasil Rokhmad menyatakan bisa memaklumi keresahan pasien Covid-19 yang kini harus menjalani karantina di Rusunawa IAIN Tulungagung.
Dia akui SOP penanganan kasus terkonfirmasi positif SARS-Cov-2 belum terkonsolidasi dengan baik. Ia mengaku, petugas selama ini mengedepankan pendekatan protokol kesehatan namun kurang mempertimbangkan sisi pasien yang butuh kepastian dan penjelasan tentang alasan mereka harus dievakuasi ke asrama karantina Covid-19.
"Karena mereka ini berstatus OTG, rekam medik itu tidak ada. Beda jika statusnya dirawat di rumah sakit. Tapi pada dasarnya surat keterangan itu ada. Cuma memang kami selama ini menggunakan pendekatan protokol kesehatan karena situasi kedaruratan dimana pasien positif ataupun reaktif Covid-19 harus segera dikarantina," kata dr. Kasil.
Ia sampaikan kepada para penghuni asrama karantina Rusunawa IAIN Tulungagung bahwa keluhan mereka telah diperhatikan dan kini SOP penanganan kasus Covid-19 tengah diperbaiki.
"Kami sedang susun SOP penanganan pasien Covid-19 agar lebih terstruktur, sesuai koridor protokol kesehatan, namun juga mempertimbangkan hak-hak pasien. Supaya saat mereka dibawa ke asrama karantina di Rusunawa ini juga bisa nyaman tanpa ada merasa dipaksa apalagi dipenjara," katanya.
Penjelasan lugas dan tegas dari dr. Kasil pada akhirnya diterima para penghuni asrama karantina Covid-19 dengan legawa.
Bukan saja atas komitmen GTPP Covid-19 untuk memperbaiki SOP penanganan pasien terkonfirmasi SARS-Cov-2, namun juga soal sosialisasi perubahan tata laksana dan sebagian prosedur pasien OTG dinyatakan sembuh yang tak lagi harus melalui dua kali tes usap, namun cukup sekali tes usap dengan catatan hasil konfirmasi negatif Covid-19.