REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ekonomi Indonesia diproyeksikan mengalami pertumbuhan negatif 0,3 persen sepanjang 2020. Proyeksi ini disampaikan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) melalui World Economic Outlook (WEO) terbaru yang dirilis Rabu (24/6).
Prediksi terhadap ekonomi Indonesia ini memburuk dibandingkan WEO pada April 2020. Saat itu, IMF masih memproyeksikan pertumbuhan positif pada tahun ini, yakni di level 0,5 persen. Artinya, terjadi penurunan 0,8 poin persentase dengan jeda hanya dua bulan.
Sama seperti ekonomi global dan banyak negara, ekonomi Indonesia diprediksi membaik pada 2021 dengan tumbuh positif 6,1 persen. Meski demikian, angka ini 2,1 poin persentase lebih rendah dibandingkan prediksi IMF dalam WEO April 2020.
Situasi serupa juga terjadi pada tingkat global. ekonomi global diproyeksikan tumbuh negatif 4,9 persen pada 2020 atau 1,9 poin persentase lebih rendah dibandingkan prediksi April. Pada 2021, pertumbuhan global diperkirakan tumbuh 5,4 persen, yakni 0,4 poin persentase lebih rendah daripada proyeksi WEO April.
Penurunan proyeksi pada tingkat global dan Indonesia dikarenakan IMF menilai pandemi Covid-19 memiliki dampak lebih negatif terhadap aktivitas paruh pertama 2020 dibandingkan yang diperkirakan.
"Sementara itu, proses pemulihan diproyeksikan membutuhkan tahapan lebih lama dibandingkan perkiraan sebelumnya," ujar Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath dalam keterangan resminya secara virtual di situs resmi IMF, Rabu pagi waktu setempat.
Setelah rilis WEO April, pandemi dengan cepat semakin meningkat di sejumlah ekonomi dan pasar berkembang. Kondisi ini mengharuskan mereka melakukan lockdown ketat dan mengakibatkan gangguan aktivitas yang lebih besar dibandingkan perkiraan awal.
Berbeda dengan situasi resesi sebelumnya, tingkat konsumsi dan output jasa menurun tajam pada pandemi Covid-19. Sebab, pendapatan masyarakat berkurang dan tingkat kepercayaan mereka terhadap prospek ekonomi menurun seiring suasana ketidakpastian yang masih terasa.
Perusahaan-perusahaan juga telah mengurangi investasi seiring penurunan permintaan, gangguan pasokan dan prospek pendapatan yang tidak pasti di kemudian hari.
IMF juga menyoroti kontraksi terhadap perdagangan global. Kombinasi penurunan permintaan dengan disrupsi pada rantai pasok menyebabkan perdagangan mengalami kontraksi hampir 3,5 persen (dibandingkan tahun lalu) di Asia pada kuartal pertama.