REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemberian hadiah merupakan salah satu tradisi lekat di masyarakat. Saling hadiah mendatangkan kedekatan antara satu dan lain.
Lantas bagaimana jika ulama menerima hadiah? Hukum hadiah bagi ulama dianjurkan. Bukti yang menunjukkan dianjurkannya memberikan hadiah adalah berdasarkan hadits-hadits Rasulullah SAW. Rasulullah SAW memang menerima hadiah, namun beliau menolak menerima hadiah di momen-momen tertentu.
Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa hukum memberi dan menerima hadiah dianjurkan. Sebab hadiah berpotensi menumbuhkan rasa cinta, mempererat kasih sayang, dan juga kebahagiaan di antara mereka yang saling memberi hadiah.
Rasulullah sendiri senantiasa memberikan pencerahan dan motivasi kepada para sahabat beliau untuk saling memberikan hadiah.
Dalam kitab Shahih Al-Bukhari, Rasulullah bersabda bahwa perempuan-perempuan Muslim juga tidak diperkenankan meremehkan pemberian kepada tetangga lainnya meskipun hanya teracak kambing.
Maksudnya adalah janganlah seorang tetangga enggan memberikan hadiah kepada tetangganya yang lain dengan sesuatu yang dimilikinya hanya karena nilainya tidak seberapa. Hendaknya ia berderma dengan apa yang dimilikinya walaupun kecil.
Namun demikian, Rasulullah juga pernah menolak pemberian hadiah di momen-momen tertentu. Dalam buku Harta Nabi karya Abdul Fattah As-Samman dijelaskan sebuah hadis yang menerangkan hal itu.
Diriwayatkan oleh Ash-Sha’ab bin Jatstsamah Al-Laitsi, disebutkan: “Bahwasannya ia menghadiahkan keledai liar kepada Rasulullah SAW ketika beliau berada di Al-Abwa atau Waddan. Akan tetapi beliau menolaknya. Ketika Rasulullah melihat rona merwah di wajahnya, maka beliau menjelaskan: “Aku tidak menolak hadiahmu, kecuali aku sedang berihram.”
Jika seseorang memberi dan menerima hadiah dengan maksud untuk menghentikan sebuah kebaikan, maka hukum hadiah itu menjadi haram menurut Ibnu Taimiyah.
Rasulullah SAW pun kerap ditawari kekayaan, hadiah, hingga jabatan-jabatan tertentu oleh kafir Quraisy asalkan menghentikan dakwahnya. Namun Rasulullah SAW menolaknya dan tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai dakwah dan kebaikan.