REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - KBRI Kolombo telah menyelesaikan secara kekeluargaan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh tiga kapten kapal Taiwan terhadap seorang anak buah kapal (ABK) WNI berinisial DY.
Penyelesaian kasus ditandai dengan penandatanganan perjanjian damai antara DY dan pihak perusahaan Global Fisheries, serta penyerahan uang kompensasi sesuai dengan jumlah yang disepakati kedua belah pihak di Pelabuhan Dikkowita, Sri Lanka, Rabu (24/6).
Dalam keterangan tertulisnya, Kamis, KBRI Kolombo menjelaskan kesepakatan damai itu dicapai melalui upaya mediasi pada 11 dan 22 Juni lalu, antara DY selaku korban dan Global Fisheries sebagai perusahaan yang menaungi tiga kapten Kapal Wasana yang melakukan penganiayaan.
Kasus penganiayaan terhadap DY terjadi pada 9 Juni 2020 yang bermula ketika dia menolak permintaan kapten untuk pindah dari kapal 389 ke kapal 777. WNI asal Jawa Tengah itu menolak permintaan tersebut karena telah putus kontrak kerja sejak akhir Mei, atas keinginan sendiri.
KBRI Kolombo sangat menyesalkan tindakan kekerasan terhadap DY, dan segera mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak terkait serta meminta perusahaan untuk memproses insiden tersebut.
Dalam pertemuan awal kedua pihak sepakat untuk tidak menempuh jalur hukum. Untuk itu, perusahaan telah memberikan pengobatan kepada korban, penggantian telepon seluler yang rusak, serta uang kompensasi kepada DY.
Tidak lama berselang, pada 15 Juni 2020 puluhan ABK atas dasar solidaritas melakukan aksi pengeroyokan terhadap dua kapten kapal Taiwan tersebut, sedangkan seorang kapten lainnya dari kapal Wasana 242 telah berlayar pada saat kejadian.
KBRI Kolombo segera melakukan pertemuan dengan para pihak terkait guna mendapat klarifikasi atas insiden pengeroyokan. Pihak KBRI menyesalkan terjadinya aksi pengeroyokan oleh ABK WNI terhadap dua kapten kapal Taiwan karena tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dan melawan hukum serta merugikan kepentingan ABK sendiri.
Dalam pertemuan KBRI Kolombo dengan pihak perusahaan Global Fisheries, disepakati untuk tidak menempuh jalur hukum atas insiden pengeroyokan dua kapten kapal Taiwan tersebut. Masalah tersebut akan diselesaikan secara damai dan kekeluargaan yang dapat diterima semua pihak.
Selain itu, perusahaan juga telah bersedia untuk membelikan tiket kepulangan bagi DY beserta empat orang ABK WNI lainnya yang telah putus kontrak kerja karena keinginan pribadi. Kelima ABK WNI tersebut dijadwalkan pulang ke Indonesia pada awal Juli 2020.