REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada lima kapten kapal Iran yang mengirimkan minyak ke Venezuela. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo memperingatkan agar para kapten kapal tidak melakukan bisnis dengan pemerintahan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro.
"Aset dari kapten kapal ini akan diblokir, karier dan prospek mereka akan jatuh karena keterlibatan ini," ujar Pompeo.
Dalam konferensi pers, Pompeo menegaskan kembali dukungan Washington kepada pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido. Pemerintahan Presiden Donald Trump telah berupaya untuk menggulingkan Maduro dan memblokir perdagangan energi Iran. Amerika Serikat memperingatkan pelabuhan, perusahaan pelayaran, dan perusahaan asuransi agar tidak membantu kapal tanker tersebut.
"Kami akan terus mendukung Majelis Nasional, Presiden sementara Guaido, dan rakyat Venezuela untuk memulihkan demokrasi," kata Pompeo.
Dalam sebuah pernyataan di Twitter, Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza mengatakan sanksi yang dijatuhkan oleh AS terhadap kapten kapal tanker Iran itu sangat berlebihan. Sanksi ini merupakan bukti kebencian Presiden Trump terhadap rakyat Venezuela.
"Sanksi itu adalah bentuk kesombongan yang berlebihan dan bukti kebencian Trump terhadap seluruh rakyat Venezuela," kata Arreaza.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi mengatakan tindakan Washington mengisyaratkan kegagalan kampanye mereka dalam mengurangi tekanan. Menurut Mousavi, Iran dan Venezuela akan bersatu melawan sanksi AS.
Iran mengirim lima kapal tanker ke Venezuela sejak April lalu. Pengiriman ini bertujuan untuk membantu kelangkaan bahan bakar minyak yang dialami oleh Venezuela. Selain mengirim minyak, Iran juga mengirim suplai bahan makanan.
Dalam sebuah wawancara dengan situs berita Axios, Trump mengaku kecewa dengan ketidakmampuan Washington untuk menggulingkan Maduro. Namun Gedung Putih mengatakan bahwa Trump tetap konsisten mendukung Guaido.
AS dan sebagaian besar negara Barat lainnya mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela sejak Januari 2019, bertepatan ketika Maduro terpilih kembali sebagai presiden. Di sisi lain, Maduro tetap mempertahankan dukungan militer dan mendapatkan dukungan dari Rusia, China, Kuba, dan Iran.