REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri
Presiden Joko Widodo menyambangi Jawa Timur, Kamis (25/6). Kunjungan Presiden Jawa Timur (Jatim) bukan tanpa alasan.
Selama beberapa hari terakhir, Jatim adalah penyumbang kasus tertinggi Covid-19. Data kemarin, Jatim mencatat tambahan 183 kasus baru, diikuti DKI Jakarta dengan 157 kasus.
Jatim kini menjadi epinsentrum baru penularan Covid-19 di Tanah Air. Jumlah kematian akibat Covid-19 di Jatim, yakni 750 kematian, bahkan telah melewati angka DKI Jakarta sebanyak 602 kematian. Total kasus Jatim yang kini mencapai 10.298 kasus tinggal sedikit lagi melampaui Jakarta. DKI Jakarta hingga kemarin mencatat memiliki total 10.404 kasus.
Di Surabaya, Presiden Joko Widodo memberi waktu dua pekan untuk pengendalian Covid-19 di Provinsi Jawa Timur sehingga angka kasusnya bisa semakin menurun. “Saya minta dua minggu pengendaliannya betul-betul dilakukan bersama dan terintegrasi,” kata Presiden di sela kunjungan kerjanya memantau percepatan penanganan Covid-19 di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis.
Menurut Kepala Negara seluruh unit organisasi yang dimiliki di Jatim antara lain Gugus Tugas Penanganan Percepatan (GTPP) Covid-19 provinsi, kabupaten/kota hingga petugas di desa dan kampung harus terus berkoordinasi. Semua unsur perlu sekaligus bekerja bersama-sama melakukan manajemen krisis yang terukur.
Presiden juga melihat bahwa kasus tertinggi ada di kawasan Surabaya Raya yang meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Tiga kawasan tersebut harus menjadi daerah yang dikendalikan terlebih dahulu.
“Tidak bisa Surabaya sendiri, Gresik sendiri atau Sidoarjo sendiri, tapi harus satu manajemen dan dilakukan kerja bersama," katanya.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Jatim hingga Rabu (24/6), total kasus terkonfirmasi positif di Kota Surabaya sebanyak 4.962 orang, pasien sembuh 1.838 orang dan kasus meninggal dunia 369 orang. Kemudian, di Kabupaten Sidoarjo kasus terkonfirmasi positifnya sebanyak 1.287 orang, pasien sembuh 207 orang dan kasus meninggal dunia 97 orang.
Berikutnya di Kabupaten Gresik kasus terkonfirmasi positifnya sebanyak 534 orang, pasien sembuh 77 orang dan kasus meninggal dunia 55 orang.
“Sekali lagi saya berhadap dua minggu kasus di Jatim menurun sehingga bisa masuk ke tatanan normal baru dan masyarakat beraktivitas seperti biasa,” kata Presiden.
Presiden mewanti-wanti masyarakat agar tetap waspada terhadap penularan Covid-19. Ia pun menekankan bahwa krisis kesehatan dan ekonomi akibat Covid-19 itu nyata adanya, sehingga perlu partisipasi masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.
Jokowi juga meminta seluruh pihak memiliki perasaan yang sama, yakni pemahaman bahwa yang terjadi saat ini bukanlah situasi normal seperti dulu. Jokowi meminta seluruh masyarakat paham bahwa krisis ini mau tak mau harus diselesaikan protokol kesehatan yang dijalankan dengan ketat.
"Saya ingin mengingatkan kepada kita semuanya, agar memiliki sebuah perasaan yang sama bahwa kita sedang hadapi sebuah krisis kesehatan sekaligus ekonomi. Perasaannya harus sama, jangan sampai masih ada yang memiliki perasaan kita normal-normal saja, berbahaya sekali," kata Presiden.
Sikap menganggap 'normal-normal' saja yang dimaksud Jokowi adalah sikap abai masyarakat. Yaitu bila bepergian tidak mengenakan masker, sering lupa mencuci tangan, atau masih nekat berkerumun di tengah keramaian. "Ini yang terus harus kita ingatkan," katanya.
Presiden menginstruksikan pula agar terus meningkatkan tes pelacakan secara agresif dan masif, serta mengisolasi dan merawat secara ketat warga yang positif Covid. Ia juga mengingatkan pentingnya tahapan prakondisi sebelum kebijakan new normal atau adaptasi kebiasaan baru dijalankan.
“Ada prakondisi untuk menuju ke sana, jangan tahu-tahu langsung dibuka tanpa sebuah prakondisi yang baik,” tambah dia.
Ia meminta agar tahapan pembukaan kegiatan di suatu wilayah dipastikan sudah berjalan dengan tepat. Selain menentukan daerah mana yang lebih dulu dibuka kembali, juga harus menentukan sektor prioritas apa saja yang diperbolehkan beraktivitas kembali. Sektor dengan risiko yang rendah, lanjutnya, bisa dibuka terlebih dahulu.
Lebih lanjut, Presiden juga meminta agar turut melibatkan tokoh agama dan juga masyarakat untuk mensosialisasikan pentingnya menjalankan protokol kesehatan. Sebab, kata dia, berdasarkan informasi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid, sebanyak 70 persen masyarakat tak memakai masker saat beraktivitas.
“Oleh sebab itu, saya minta hari ini saya minta gugas nasional, Pak Menkes kirim masker sebanyak-banyaknya ke Surabaya ke Jawa Timur,” kata Jokowi.
Presiden juga meminta kepada pemimpin daerah agar setiap kebijakan yang diputuskan berdasarkan data ilmu pengetahuan dan saran dari para ahli pengetahuan maupun pakar epidemiologi, dan lainnya. “Jangan kita membuat kebijakan membuat policy tanpa melihat data tanpa mendengarkan saran dari para pakar. Ini berbahaya,” ucapnya.
Terakhir, Jokowi meminta pemerintah daerah agar menyiapkan sejumlah rencana cadangan untuk menghadapi kondisi yang tak terduga. Sebab, berdasarkan informasi yang diterimanya, kasus positif Covid di dunia kini hampir menyentuh angka 10 juta kasus.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengeluhkan rendahnya kesadaran masyarakat Surabaya Raya untuk menerapkan protokol kesehatan dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Di hadapan Presiden, Khofifah memaparkan hasil survei Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair).
Hasil survei menunjukkan, tingkat kepatuhan masyarakat Surabaya Raya di tempat ibadah masih rendah. Sebanyak 70 persen warga Surabaya Raya masih enggan mengenakan masker. Bahkan 84 persen warga tidak mempraktikkan upaya.
"Kemudian di pasar tradisional, masyarakat yang tidak menggunakan masker 84 persen. Tidak physical distancing 89 persen. Ada juga di tempat tongkrongan, 88 persen tidak bermasker, 89 persen tidak jaga jarak. Ini hasil dari IKA FKM Unair," ujar Khofifah.
Khofifah mengatakan, rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat Surabaya Raya ini menjadi kesulitan mengendalikan penyebaran Covid-19. Rate of transmission (RT) atau tingkat penularan di kawasan Surabaya Raya sempat berada di bawah angka 1, kembali naik setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berakhir.
"Kami sempat mendapatkan kebahagiaan ketika tanggal 9 Juni (satu hari setelah PSBB Surabaya Raya berakhir) sebetulnya rate of transmission di Jawa Timur sudah 0,86 persen, tapi kemudian ada kenaikan kembali pada tanggal 24 kemarin menjadi 1,08 persen," ujar Khofifah.
Khofifah melanjutkan, RT di Kota Surabaya juga sempat berada di bawah satu, meskipun hanya bertahan enam hari. Kemudian di Sidoarjo, angka RT di bawah satu hanya bertahan delapan hari, dan di Gresik bertahan enam hari. Angka RT di bawah satu, tidak bisa dipertahankan sampai 14 hari sesuai standar WHO dan Bapenas, yang artinya belum bisa menerapkan tatanan normal baru atau new normal.
Khofifah berpendapat, kembali meningkatnya tingkat penularan tidak lepas dari kegiatan kunjungan masyarakat saat Lebaran. Meskipun Pemprov Jatim mengimbau untuk tidak dulu menggelar silaturahim, namun Khofifah mengakui sulit mengendalikan masyarakat saat Lebaran.
"Tetapi kemudian imbauan kami pada saat Lebaran supaya silaturahim secara virtual dan seterusnya, itu tidak mudah untuk mengajak masyarakat halal bihalalnya nanti secara digital saja. Ternyata dianggap kurang afdol," ujar Khofifah.