REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al Shun, mengatakan, warga Palestina sebenarnya menginginkan dan dapat berkompromi untuk hidup berdampingan dengan warga Israel, Kamis (25/6). Hanya saja, justru Israel yang tidak dapat menerima hal tersebut.
"Tapi, orang Israel yang tidak menginginkan kami, bahkan kami bernafas pun tidak diinginkan," ujar Al Shun dalam konferensi pers "Menolak Aneksasi Israel atas Tanah Palestina di Tepi Barat".
Al Shun menjelaskan, sikap tersebut ditunjukan oleh otoritas Israel dengan mendirikan begitu banyak tempat-tempat pengecekan dan pembatasan. Kondisi ini yang justru membuat kehidupan warga dari kedua negara tidak bisa terjadi.
Padahal, menurut Al Shun, kondisi hubungan kedua pihak sempat membaik ketika pemimpin Palestina, Yasser Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Keduanya melakukan perjanjian damai di Olso pada 1993. Hanya saja, ketika Rabin meninggal kondisi kembali seperti semula.
"Sampai saat ini Israel tidak adil dan tidak bisa berdamai. Tapi, semakin tinggi usahanya akan menemukan jalan akhirnya," ujar Al Shun.
Dubes Palestina ini pun menekankan, dengan keputusan aneksasi yang akan dilakukan Israel pada 1 Juli nanti, Palestina akan terus melawan. Meski begitu, Palestina selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah.
Saat ini, pemerintah dan warga Palestina berfokus menolak keputusan aneksasi dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Negara-negara lain pun mendukung penolakan tersebut dan diharapkan akan berbuat lebih keras untuk menekan Israel yang tetap ingin melakukan aneksasi di Tepi Barat.
"Ini Israel meremehkan dunia internasional, sehingga dia merasa perkasa daa semau mereka terhadap Palestina," ujar Al Shun.