REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana otoritas Israel mencaplok wilayah Tepi Barat memperparah kondisi masyarakat Palestina di tengah pandemi yang sedang terjadi.
Wabah Covid-19 dirasakan oleh rakyat Palestina sebagaimana yang dialami juga oleh masyarakat dunia, namun “wabah” lain bagi rakyat Palestina adalah “wabah Israel”.
“Ini adalah kondisi yang sangat sulit bagi Palestina, baik itu karena aktivitas Israel maupun karena wabah Covid-19,” kata Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair al-Shun usai konferensi pers menolak rencana aneksasi Israel atas tanah Palestina di Tepi Barat, yang digelar di Jakarta, Kamis (25/6).
Berdasarkan data di situs dokumentasi Covid-19 global, worldometers.info, Palestina mengonfirmasi 1.300 lebih kasus per 25 Juni, sehingga pemerintah memperketat perbatasan.
“Bagaimanapun, Pemerintah Palestina melakukan langkah antisipasi seperti halnya negara lain, rakyat juga bisa berkomunikasi dan berkoordinasi dengan baik untuk menjauhi wabah ini,” kata Zuhair memaparkan.
Zuhair menjelaskan sebagian besar aktivitas perusahaan dan lembaga-lembaga terhenti karena wabah, bahkan ada penangguhan gaji bagi pegawai lembaga negara.
“Juga karena Israel berupaya memotong semua pajak dan pendapatan yang harusnya kami miliki untuk membuat masalah dengan otoritas nasional Palestina,” ujar Zuhair.
Rencana aneksasi terhadap wilayah Tepi Barat dengan membangun permukiman Yahudi diumumkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, setidaknya, pada April lalu. Rencana itu kembali mengemuka belakangan ini, menjelang waktu pembahasan lebih lanjut oleh Israel dan Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan pada 1 Juli mendatang.
AS, khususnya di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, adalah pihak pengusung proposal perdamaian untuk konflik Palestina-Israel, Kesepakatan Abad Ini (Deal of the Century), yang ditolak Palestina karena dianggap hanya menguntungkan Israel, dan ditindaklanjuti dengan rencana aneksasi. Zuhair menyebut AS juga berupaya untuk melakukan pengepungan secara militer terhadap otoritas nasional Palestina.
“Kami dapat menderita secara finansial dan ekonomi, tetapi kami akan tetap berdiri di posisi yang sama, yakni dengan keras untuk menggagalkan semua aktivitas maupun langkah yang diambil oleh Israel atau AS, atau pihak manapun,” ujar Zuhair.